Page 146 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 146
Kalau kita coba melihat proxy ( taksiran ) pendapatan kotor para petambak
dan per ha per tahun dari daerah-daerah dapat diambil contoh sebagai berikut:
Taksiran
Taksiran pendapatan pendapatan kotor
Rata-Rata luas
Daerah kotor per-ha per tiap petambak
pemilikan (ha)
tahun (Rp.1000, -) pertahun
(Rp.1000, -)
Prov. Jawa Tengah 1,44 78 110
Kab. Tegal 0,75 122 91
Kab. Kendal 4,49 31 138
Kodya Semarang 1,24 217 269
Kab. Pati 0,91 72 66
Prov. Jawa Timur 3,23 132 431
Kab. Lamongan 1,83 340 622
Kodya Surabaya 7,83 112 844
Kab. Sidoarjo 10,32 125 1,289
Kab. Banyuwangi 1,27 48 61
Kab. Sampang 6,50 3 21
Prov. Sulawesi Selatan 3,85 138 531
Kab. Majene 2,27 6 14
Kab. Pinrang 7,81 101 788
Kab. Pangkep 3,55 396 1.405
Kodya Ujung Pandang 5,62 188 1.059
Kab. Takalar 1,40 458 641
Kab. Luwu 1,66 79 59
Sumber data : Hadikoesworo et. al., Monografi Tambak, jilid II , III , IV.
Dari angka-angka di atas terlihat bahwa taksiran pendapatan kotor tiap
ha per tahun sangat berbeda-beda, sehingga umpamanya 1,83 ha di Lamongan
menghasilkan Rp. 622.000,- dan 2,27 ha di Majene hanya Rp. 14.000,- 3,55
ha di Pangkep menghasilkan Rp. 1.405,- ribu sedangkan 4,49 ha di Kendal
hanya menghasilkan Rp. 269.000,- saja, apalagi 6,5 ha di Sampang hanya
menghasilkan Rp. 21.000,- saja. Dari keadaan ini dapat disimpulkan bahwa
perlu pemikiran baru tentang luas maksimum pemilikan tambak kalau hal ini
111