Page 164 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 164

Sebetulnya keuntungan dari adanya perusahaan dibidang tambak adalah untuk
            percontohan bagi usaha petambak rakyat dalam penggunaan teknologi baru
            untuk pemeliharaan udang. Kalau ini tak diperbolehkan maka Pemerintah
            sebaiknya bersedia membuat penelitian-penelitian dan percontohan-
            percontohan untuk para petambak, serta penampungan hasil udang. Sampai
            laporan ini disusun penampungan udang adalah perusahaan-perusahaan
            cold storage. Mereka mencari untung tetapi terjadi pula ekses-ekses yang tak
            dikehendaki, seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan pada tahun 1976/1977.
            Dimana ada 4 buah perusahaan pendingin yang menjadi penampung
            udang. Karena temyata cold storage tak dapat digunakan secara penuh maka
            Pemerintah Daerah sekarang melarang berdirinya perusahaan baru. Dengan
            demikian terjadilah suatu pasar Oligopsoni. Keadaan ini ditambah pula dengan
            pembatasan ekspor udang interinsuler. Kesempatan ini disalahgunakan oleh
            gabungan perusahan cold storage untuk membuat perjanjian harga (collusion)
            antara mereka sehingga terjadilah pasar mirip monopsoni. Harga beli yang
            mereka tetapkan adalah rendah yaitu Rp. 1650,-/kg. Alasan mereka membeli
            murah adalah bahwa mereka jual dengan rugi kalau harga lebih tinggi dari itu.
            Padahal harga udang windu di Surabaya adalah Rp. 2.750,-/kg ukuran besar
            40 ekor /kg berkepala (head on).

                Praktik semacam ini sebetulnya bertentangan dengan larangan adanya
            monopoli yang tercantum pada UUD. Akibat dari kenyataan ini adalah
            mengendorkan kemauan petambak untuk memelihara udang. Sampai
            sekarang kesukaran untuk dapat berproduksi udang adalah:
            1.  Persediaan benur dihasilkan di kabupaten-kabupaten Pinrang, Jeneponto
                dan Bulukumba di Sulawesi Selatan, Banyuwangi di Jawa Timur dan
                sedikit di Sidoarjo dan Blora. Pemah terjadi pengiriman ½ juta benur
                windu dari Banyuwangi.

            2.  Benur bercampur. Benur udang windu (Penaeus monodon) sangat mirip
                dan kedapatan bercampur dengan benur  penaeus  semisulcatus  yang
                disebut udang windu juga. Bedanya P. monodon tumbuh lebih besar dari
                pada P. semisulcatus.
            3.  Penyakit. Di Sulawesi Selatan berjangkit penyakit udang windu yaitu
                penyakit kulit longgar yang menyebabkan udang tak laku di jual.


                                           129
   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169