Page 62 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 62

kenaikan. Kenaikan produktivitas tanah sawah ini diikuti pula dengan
                kenaikan sewa tanah dimana laju kenaikan tingkat sewa lebih besar dari
                laju kenaikan produktivitas tanah.

                Besamya bagi hasil berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Ada bagi hasil
                yang disebut maro, mertelu dan merapat, dimana penyekap menerima
                1/2, 1/3, dan ¼. Biaya sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) dipikul
                bersama dengan perbandingan tertentu atau seluruhnya dipikul pemilik
                tanah. Di Pulau Jawa terdapat suatu kecenderungan bagian yang diterima
                penggarap menjadi semakin kecil, misalnya dari sistem maro berubah ke
                sistem mertelu dan merapat.
                Di beberapa daerah biaya sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida)
                seluruhnya menjadi tanggungan penggarap. Pembebanan biaya sarana
                produksi seluruhnya kepada  penggarap  tidak merangsang penggarap
                tanah menggunakan sarana produksi secara optimal. Dari segi
                kepentingan nasional hal itu merupakan hambatan bagi peningkatan
                produktivitas tanah. Pemilik penggarap pada umumnya menggunakan
                sarana produksi secara rata-rata lebih banyak per hektar daripada
                penyekap. Bagaimanakah pembagian hasil dan beban biaya yang “adil”
                dan merangsang untuk menggunakan teknologi dan sarana yang dapat
                meningkatkan produktivitas tanah masih perlu diteliti lebih lanjut.

            2.  Ngepak-ngedok
                Memanen di sawah orang lain dan menerima sebagian dari hasil panenan
                sebagai upah memanen merupakan kebiasaan di pedesaan di Pulau Jawa.
                Di tahun lima puluhan di kabupaten Karawang, misalnya pemanen
                (penderep) menerima upah memanen (bawon) 1/5 bagian (20%) dari
                hasil  yang dipanen.  Karena  tekanan  penduduk  dan  dengan  semakin
                meningkatnya komersialisasi (semakin banyak sarana produksi yang
                harus dibeli oleh petani) dalam usaha tani, upan panen telah menurun
                sampai 1/12 bagian yang diterima penderep (dalam hal ini upah buruh
                mungkin semakin mendekati “opportunity cost” dari tenaga kerja).
                Di beberapa daerah besamya bawon masih tetep harus menanam dan
                menyiang, bahkan ada pula yang harus mengolah tanah tanpa tanah.
                Semua pekerjaan tambahan ini dilakukan tanpa dibayar (hanya diberi


                                            27
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67