Page 63 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 63
makan) untuk mendapatkan hak-hak panen dengan bawon sebesar 1/5
atau 1/6 bahagian. Hak panen dengan persyaratan-persyaratan seperti
disebut di atas mendapat sebutan setempat yang oleh kebanyakan penulis
disebut hak “ngepak-ngedok”.
Karena keinginan untuk menguasai seluruh bawon, maka buruh yang
memiliki hak ngepak-ngedok cenderung untuk menggunakan sabit
agar demikian tenaga keluarga saja sudah cukup untuk menye le saikan
panenan. Dengan demikian sistem ngepak-ngedok meng akibatkan
inovasi teknologi yang cenderung untuk mengurangi kesempatan kerja
dan menimbulkan kepincangan pembagian pendapatan antara pemilik/
penggarap tanah dan buruh tani.
3. Tebasan
Akhir-akhir ini di beberapa tempat, petani penggarap menjual padinya
di sawah menjelang panen kepada pedagang padi dan pedagang yang
bersangkutan melakukan panen atas biaya sendiri. Cara penjualan
padi seperti ini disebut menjual secara “tebasan”. Biasanya penebas
menggunakan buruh yang telah merupakan langganan dan panenan
dilakukan dengan sabit. Dengan demikian bila tebasan ini semakin
meluas, dapat mengakibatkan jumlah buruh panen berkurang dan biaya
panen juga berkurang, sehingga dengan demikian dapat mengakibatkan
penyebaran pendapatan menjadi semakin pincang dan kesempatan kerja
semakin berkurang.
4. Hubungan antara luas Garapan dengan produktivitas dan kesempatan
kerja
Data yang dapat dipakai untuk menarik kesimpulan yang mencakup
meyakinkan belum tersedia, tetapi data aggregate yang tersedia di BPS
memberikan indikasi bahwa ada hubungan terbalik antara luas Garapan
dengan produktivitas dan intensitas penggunaan tenaga kerja. Semakin
luas Garapan, produktivitas per hektar dan penggunaan tenaga kerja
semakin rendah, - dan sebaliknya.
28