Page 101 - Mozaik Rupa Agraria
P. 101

yang  selamat dari  bencana.  Mata air di  tepian  sungai-sungai
           memancar kembali, air jernih menggenang, mengalir di sepanjang
           urat nadi permukaan bumi, menjelma ruang hidup untuk jutaan
           ikan,  membasuhi  dan membasahi ladang  dan  persawahan.
           Rumpun-rumpun  rerumputan  pakan  ternak  kembali  bersemi,
           menghijau, dan rimbun. Begitulah, hidup dan mati datang dan
           pergi di lereng gunung Merapi.

               Sebuah  catatan  tua  yang  pernah kubaca  menceritakan,
           kawasan ini pada mulanya merupakan sumber nafkah penduduk,
           namun  sejak  1912  aktivitas  mata  pencaharian di  dalam  hutan
           sudah dilarang. Sebelum tahun itu, penduduk di sekitar lereng
           gunung membuka ladang-ladang berpindah. Pepohonan
           ditebang  dan  dibakar,  menyisakan lahan-lahan kosong  yang
           gosong,  lalu  lahan  itu  ditanami  tanaman  pangan  selama  satu
           hingga tiga tahun, kemudian ditinggalkan karena panen tidak lagi
           mencukupi kebutuhan. Ladang-ladang baru bekas hutan tanpa
           henti dibuka, ditanami,  dan ditinggalkan,  hingga  suatu  ketika
           nanti kesuburannya kembali dan layak ditanami lagi. Penduduk
           menanami pohon berkayu untuk menandai batas garapan. Akibat
           ladang berpindah itu, setiap kali musim hujan banjir melanda di
           kota-kota Vorstenlanden—kini daerah Yogyakarta dan Surakarta,
           dan Keresidenan Kedu—kini kabupaten Magelang,  sehingga
           Pemerintah Kolonial  Hindia Belanda  saat itu menetapkan
           hutan-hutan di gunung Merapi sebagai hutan lindung—melalui
           Gouvernements  Besluits  No  4197/B meliputi Propinsi  Jawa
           Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini. Sejak saat itu,
           ladang berpindah pelan-pelan punah, lahan-lahan mulai digarap
           menetap. Sumber kesuburan berasal dari kotoran ternak, tak lagi
           mengandalkan pemulihan alami mutu tanah. Ternak-ternak mulai
           dikandangkan, tidak lagi digembalakan bebas di dalam hutan.






           88     Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106