Page 135 - Mozaik Rupa Agraria
P. 135
Waria tergolong kelompok ekonomi lemah, mereka kerja hari
ini untuk hari ini. Sepanjang jalan hidupnya, waria termiskinkan
Mereka terpaksa pergi dari keluarganya tanpa modal, tanpa
keahlian, tanpa dokumen yang memudahkan mereka mendapat
pekerjaan layak. Menjadi pekerja seks, pengamen, pemulung,
sesungguhnya dijalani karena terpaksa. Lalu, mereka terganjal
perda-perda diskriminatif, sementara tidak ada yang membuka
lapangan pekerjaan bagi waria.
Penerimaan Masyarakat
Menurut KH Abdul Muhaimin (Selasa, 19 November 2019),
masyarakat tidak mengalami resistensi terhadap keberadaan
Pesantren Al Fatah. Di saat awal pindah dari Notoyudan ke
Kotagede, ia berkali-kali menerangkan pada masyarakat melalui
pengajian di Pesantren Al Fatah dengan isu kemanusiaan.
KH Abdul Muhaimin menerangkan, dalam Qur’an, deklarasi
kemanusiaan lebih final dari Declaration of Human Right. Allah
memuliakan bani adam (manusia) sebagai makhluk, hamba, dan
khalifatullah. “Saya harus menghormati waria karena mereka bani
adam dan mereka membutuhkan hak keagamaannya. Pemenuhan
hak warga negara itu sebenarnya kewajiban negara.”
KH Abdul Muhaimin menjelaskan penerimaan masyarakat
atas keberadaan dan aktivitas Pesantren Al Fatah melalui jalan
panjang, apalagi lokasi Pesantren Al Fatah merupakan basis
Muhammadiyah, “Bahkan RT di lokasi itu bilang, ‘sudah, kalau
ada Pak Kyai tidak apa-apa,’ sebelumnya tidak pernah ada
gangguan apapun,” ujarnya. Gangguan pertama kali baru tahun
2016 itu, oleh Front Jihad Islam (FJI) bersamaan dengan maraknya
isu LGBT, “Itu isu politik, kalau perlu digunakan ya digunakan,
kalau tidak ya tidak,” lanjut KH Abdul Muhaimin. Pesantren Al
Fatah dibantu beberapa LSM seperti ANBTI, PKBI, dan LBH untuk
masalah hukum.
122 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang