Page 145 - Mozaik Rupa Agraria
P. 145
lumayan, memberikan sisi lain yaitu lebih ramahnya pelayanan
publik terutama di bidang kesehatan, kalau di Yogyakarta saya
kira cukup familiar karena banyak sekali petugas pelayanan
di rumah sakit, dokter, maupun paramedis itu sudah sangat
familiar dengan kawan-kawan transpuan. Tapi, tentu tidak di
semua daerah, ada beberapa daerah yang sangat mainstream
perspektifnya dan tentu saja penyelenggara negara dan layanan
publik juga ikut mainstream, sebut saja di Aceh, Sumatera Barat,
Jawa Barat sebagian kota tertentu seperti Depok dan Bogor,
Makassar itu memang sedikit mainstream. Hal-hal ini kemudian
menyulitkan kawan-kawan untuk mendapatan pelayanan publik
yang berkualitas apalagi sudah terkait dengan hal-hal yang berbau
pendidikan, akses politik, akses promotif yang lain-lain. Ini masih
merupakan tantangan yang sangat besar. Termasuk juga akses
untuk penggunaan tanah atau pemberdayaan tanah masyarakat,
katakanlah ruang-ruang usaha untuk kawan-kawan transpuan
jika berada di ruang publik sungguh sulit, jika tidak ada bargaining
position yang bagus, misalkan ada relasi keluarga atau relasi bisnis
yang kuat, tetapi kalau untuk transpuan kelas ekonomi menengah
ke bawah itu masih sangat sulit.
Yang spesifik mungkin untuk ruang ibadah karena ini sedikit
sensitif, merujuk apa yang menjadi pengalaman kami di Pondok
Pesantren Waria Al Fatah misalnya, pernah terjadi kekerasan,
serangkaian tekanan, dan puncaknya pernah digeruduk pada 18
Februari 2016, tentu ini pengalaman pahit yang menyakitkan.
Ruang ibadah yang seyogyanya disediakan seluas-luasnya
kemudian menjadi sangat sempit. Tentu hal ini terkait dengan
kenyamanan transpuan sendiri dan muslim secara mayoritas
tentu mungkin akan terganggu kalau melihat ada transpuan
bergabung dan shalat bersama di masjid, kawan-kawan transpuan
memikirkan bagaimana caranya untuk tetap bisa beribadah
secara spesifik, misalnya di tempat sendiri, seperti yang
132 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang