Page 142 - Mozaik Rupa Agraria
P. 142

cukup baik. Kalau mereka menengok  sejarah masa lampau,
           misalnya  keberadaan para  Bissu  di  kampung saya  yang sudah
           eksis  sejak  abad  XIV, mereka  akan  tahu  persis bahwa mereka
           sudah  eksis  dalam  kehidupan  sosial  masyarakat  bahkan  dalam
           kerajaan. Para Bissu ini  dulu  sudah menjadi  perantara  dalam
           setiap ritual, doa, baik di upacara-upacara adat, upacara-upacara
           keagamaan masyarakat Bugis kuno, dan ini dikisahkan dengan
           baik dalam epos La Galigo, bisa dicari bacaannya. Begitu pun di
           Jawa,  misalnya di  Jawa Timur, ada cerita atau  histories  tentang
           para transpuan yang melestarikan budaya Ludruk, para transpuan
           yang melestarikan budaya Lengger Lanang di Jawa Tengah, atau
           penari-penari tayub yang ada di Purworejo, penari Ndolalak, itu
           banyak transpuan. Bahkan di dalam karya sastra Serat Centhini
           dijelaskan mengenai keadiran  transpuan  di  dalam masyarakat
           dalam suku Jawa itu sudah biasa dan menyatu dengan peradaban
           adiluhung mereka. Kemudian bagaimana  dampaknya  terhadap
           mereka dalam pasar  kerja? Tentunya sangat  kurang. Transpuan
           itu biasanya menjadi  pekerja mandiri  karena mereka  selalu
           mendapatkan stigma sehingga ada diskriminasi dan pemerintah
           tetap  sama sekali  menyikapi secara subordinasi,  membenarkan
           pendapat mayoritas, dan mengabaikan hak asasi mereka sebagai
           manusia, sebagaimana amanat UU No 39 Tahun 1999 dan UUD
           1945. Yang jelas dalam tujuan nasional bangsa ini menyebutkan
           negara  melindungi  segenap  bangsa dan  seluruh  tumpah darah
           Indonesia. Kawan-kawan transpuan yang sudah menjadi bagian
           dari peradaban adiluhung bangsa ini kemudian terabaikan hingga
           mereka di dalam hal akses pekerjaan yang layak seringkali tidak
           bisa didapatkan. Kenapa? Karena mereka kurang mendapatkan
           penerimaan dari  keluarga dari  masyarakat,  kemudian sistem di
           dalam  negara  mendikriminasikan  keberadaan  dan  keragaman
           dari  mereka itu. Mereka  tidak  diberi  kesempatan  yang  sama





                                                  GEDSI dan Agraria  129
   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147