Page 148 - Mozaik Rupa Agraria
P. 148
yang tinggi, sehingga kalau mereka mengetahui bahwa tempat
tersebut akan dibeli oleh seorang transpuan itu pasti mereka akan
berusaha memprioritaskan yang bukan transpuan karena mereka
tentu akan memikirkan kenyamanan dari orang-orang lain yang
perspektif mereka masih biner.
Akses untuk mendapatkan modal juga otomatis sulit
karena berangkat dari kesulitan untuk mendapatkan akses
kependudukan, legalitas, kemudian akses untuk memperoleh
pendidikan dan pekerjaan yang layak, tentu saja berimbas pada
kesulitan mereka (transpuan) dalam memperoleh modal untuk
usahanya. Apalagi di dalam regulasi di Indonesia itu tidak ada satu
pun UU yang secara spesifik berani merujuk keberadaan kawan-
kawan transpuan, kalaupun itu ada, misalnya di nomenklatur
kementerian sosial atau pemberdayaan perempuan tidak ada yang
spesifik merujuk pada kawan-kawan transpuan, paling berani
(mengggunakan istilah) kelompok minoritas atau penyandang
permasalahan sosial. Itupun pengakuannya atas perspektif biner.
Harapan kami dalam hal memperoleh hak atas tanah, dalam
hal-hal yang terkait urusan dengan agraria, Reforma Agraria harus
mencakup hal-hal keseluruhan dan komprehensif, termasuk
aspek gender (tidak ada diskriminasi berdasarkan ekspresi gender
apapun)/seksualitas (tidak ada diskriminasi berdasarkan jenis
kelamin, termasuk mereka yang terlahir intersex/berkelamin
ganda). Setiap WNI berhak atas perlakuan yang sama di dalam
kepemilikan atas tanah, termasuk juga unutk mendapatkan tepat
untuk pemakaman (seperti yang disingung di awal).
Peran Waria Crisis Center (WCC) adalah menciptakan ruang
aman bagi kawan-kawan transpuan yang mengalami kesulitan
akses terutama di dalam situasi, tekanan sosial ekonomi maupun
politik. Khususnya untuk kawan-kawan lansia yang mereka di masa
tuanya tidak memiliki tabungan hari tua, tidak memiliki keluarga
GEDSI dan Agraria 135