Page 365 - Mozaik Rupa Agraria
P. 365
sendiri. Saya juga menghimpun laba buat bisa berdagang lagi
dan bertahan hidup. Bedanya saya susah buat serakah, meskipun
kepingin kalau ada kesempatan. Bagaimana mau serakah, kalau
saya menaikkan harga wedang jahe atau nasi kucing (nasi bungkus
seukuran sarapan kucing) akibatnya saya kehilangan pembeli?
Padahal harga gula dan beras tidak pernah turun.
Terus istilah kelas menengah itu kok kedengarannya
mentereng. Para mahasiswa itu punya pendapat yang berbeda-
beda. Kata Mas Kevin, kelas menengah adalah kaum kaya atau
kaum yang diuntungkan oleh kapitalisme (semacam paham yang
mengutamakan penumpukan laba sebagai tujuan, mungkin saya
salah memahami istilah). Mas Dahlan menyebut kelas menengah
untuk mereka yang punya kedudukan tinggi dalam masyarakat
tetapi tidak menguasai lebih dari 60 % aset publik. Mas Phitut bilang
kelas menengah termasuk kaum sekolahan yang dapat merangkak
naik lebih tinggi. Mbak Diah berpendapat kelas menengah adalah
mereka yang hidup mapan. Mas Dendi menyebut kelas menengah
sebagai sekelompok orang yang menduduki posisi penting dalam
pemerintahan, mereka cenderung abai pada sekitar dan kurang
toleransi pada sesama. Mbak Dinda berpendapat kelas menengah
termasuk mereka yang cara berpikirnya seperti cara berpikir kaum
mapan yang malas bersusah payah, dalam kumpulan masyarakat
yang lebih besar mereka bisa saja termasuk kaum miskin, tetapi
perilakunya serakah. Sedangkan Mas Fatah, tentangnya akan saya
ceritakan kemudian, kelas menengah itu segolongan kaum yang
punya kesempatan beralih ke posisi nyaman dalam setiap situasi.
Andaikan saja saya berpendidikan tinggi; cukup punya modal
buat berdagang; punya pekerjaan mapan; keturunan orang yang
diagungkan; dipercaya dan diikuti orang banyak; dan mudah
beralih posisi setiap kali keadaan tidak menguntungkan, boleh
jadi saya adalah kelas menengah yang mereka maksud. Tetapi, saya
ini tidak termasuk ciri-ciri itu, terkecuali saya adalah menantu
352 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang