Page 362 - Mozaik Rupa Agraria
P. 362

kata-kata umpatan  tersedia untuknya.  Sementara,  ketika  saya
           bilang: Panjenengan segawon, Gusti! Saya akan dianggap melucu
           karena menempatkan sesuatu dengan keliru, persis guyonan Mas
           Dahlan: “Man, Giman tolong belikan sandal ukuran 40 gigabyte!
           Tidak usah ngebut, kecepatanmu cukup 30 kbps saja.” Ternyata
           bahasa mengandung kekuasaan. Untungnya dalam keluarga besar
           mertua saya  bahasa seperti  gelaran  tikar: semua  duduk setara,
           sopan santun ditentukan dari perilaku.

               Lain lagi  dengan Mas Kevin. Dia  seorang mahasiswa
           ilmu  hukum  yang  sedang  menjalankan  tugas dari  organisasi
           kemahasiswaan. Menurutnya, organisasi di mana dia berkegiatan
           ada  di mana-mana  dan  sejak lama mendampingi masyarakat
           yang  sedang  bersengketa dengan  pemerintah atau  perusahaan,
           biasanya yang tinggal di perkebunan; di sekitar hutan; di pesisir;
           di  bantaran kali;  bahkan  para buruh  pabrik. Sejak  datang
           ke kampung ini  satu  tahun lalu,  Mas Kevin kerap membikin
           penyuluhan hukum. Semacam sekolah yang melayani tanya jawab
           perkara. Banyak yang ikut, terutama yang menghadapi sengketa
           tanah. Ladang-ladang warga berbatasan dengan hutan jati yang
           dikuasai Perhutani. Menurut  cerita  simbah-simbah, para  tetua
           desa, sebelum ada Perhutani warga sering memungut hasil hutan
           untuk mencukupi kebutuhan hidup, seperti kayu bakar; rumput-
           rumput pakan; dan kepompong ulat jati di musim awal penghujan
           untuk dimakan. Begitu hutan itu dikuasakan kepada Perhutani,
           warga tidak boleh lagi masuk ke hutan dengan alasan menghindari
           pencurian kayu. Aneh, berdagang saja dianggap ora ilok atau tabu
           kok warga dicurigai mencuri. Nah, Mas Kevin ini yang kemudian
           membalikkan keadaan, bahwa sesungguhnya Perhutani itu yang
           mencuri  hak hidup  warga  yang  turun-temurun bisa menjaga
           kelestarian hutan.  Katanya,  Perhutani itu  perusahaan,  bukan
           negara, bukan warga, asli warisan kumpeni.




                                         Gerakan dan Perjuangan Agraria  349
   357   358   359   360   361   362   363   364   365   366   367