Page 358 - Mozaik Rupa Agraria
P. 358

Empuk kedengarannya: Penyelesaian yang Saling Menguntungkan!
           Saya senang  mendengarnya,  menenteramkan. Tapi  tidak
           bagi  Kang Saimin. Menurut  Kang  Saimin,  penyelesaian saling
           menguntungkan itu tidak akan terjadi kalau yang diperebutkan
           adalah ruang  hidup  dan  sumber penghidupan pokok  seperti
           udara,  tanah,  dan  air. Cara itu juga  tidak berlaku  apabila
           kehidupan  satu  pihak  adalah kematian bagi  yang  lain.  “Kalau
           penyelesaian yang saling menguntungkan itu artinya kepentingan
           penduduk dan perusahaan bisa ada bersama-sama, apa bisa Bukit
           Sela Pethak itu ditambang sekaligus tidak ditambang?” Kata Kang
           Saimin. Menurutnya,  mengharapkan  penyelesaian  yang  saling
           menguntungkan itu sama seperti naleni entut, mengikat kentut.
           “Kalian, PT SI, mau nambang? Langkahi dulu mayatmu!”, begitu
           ujar Kang Saimin.

               Lalu, saya mengenal Mas Phitut dan Mbak Diah pertama kali
           dua tahun lalu lewat Kang Gunaryo. Mas Phitut menyempatkan
           datang  ke kampung ini  di  tengah kegiatannya meliput  sejarah
           cengkih, lada, dan pala di Maluku. Mas Phitut itu kelihatannya
           wartawan  tetapi  sebenarnya bukan. Mereka mahasiswa  tingkat
           dua, kalau  lulus  gelarnya  master.  Kalau  saya  bertanya  apa
           pekerjaannya, dia selalu menjawab ngawur : Pembunuh Bayaran!
           Ah, mana ada pembunuh bayaran sebaik dia, tampangnya Mas
           Phitut itu tidak seram, dia ramah, tidak tatoan, selera rokoknya
           juga  sama  seperti  orang-orang  desa: kretek. Mbak Diah juga
           begitu, selalu saja  guyon, selalu  bercanda.  Kalau saya  tanya
           apa  pekerjaannya  dia menjawab: Pengangguran! Mana  ada
           pekerjaan  pengangguran?  Katanya ada, karena menganggur itu
           kata kerja, maka pengangguran adalah orang yang pekerjaannya
           menganggur. Konon, leluhur Mas Phitut tinggal di desa sebelah.
           Kampung sebelah adalah kampung halamannya, tapi Mas Phitut
           lupa leluhurnya tinggal di halaman berapa, makanya ia memilih
           tinggal  di  kampung ini  sambil  terus mencari.  Mas Phitut  dan


                                         Gerakan dan Perjuangan Agraria  345
   353   354   355   356   357   358   359   360   361   362   363