Page 356 - Mozaik Rupa Agraria
P. 356
kalau berhenti jadi bahan diskusi di mana-mana dan cuma jadi
kutipan dalam tulisan orang.
Saya akan mulai bercerita tentang para mahasiswa itu.
Kang Gunarto mengenalkan saya pada Mas Dahlan pada suatu
malam. Warga kampung ini biasa menyebut Kang buat lelaki
yang lebih tua dan Yu buat perempuan yang lebih tua sebagai
penghormatan, konon sebutan Mas berasal dari kotapraja, asalnya
Raden Mas pasangannya Raden Ayu. Tak jarang Kang Gunarto dan
Mas Dahlan menghabiskan waktu sampai hampir pagi dengan
bercakap-cakap. Mas Dahlan bercerita, dia sedang mencari
bahan untuk tugas akhir kuliahnya. Mas Dahlan tertarik pada
persoalan yang sedang dihadapi warga kampung ini, termasuk
berbagai peristiwa yang melatarbelakangi sehingga kampung ini
ditetapkan jadi kawasan tambang. Mas Dahlan itu tekun sekali,
apa saja dia tanyakan. Hal-hal yang sepele, misalnya kapan saja
hujan deras; bagaimana warga mencukupi kebutuhan air di musim
kemarau; apa nama dan mana letak sumber air penduduk; berapa
luas hutan di sekitar kampung; apa saja sumber penghidupan
penduduk baik tanaman atau hewan; berapa jumlah penduduk
yang menggantungkan hidup dari sumber air di gua-gua kapur.
Mas Dahlan juga repot-repot mengukur berapa banyak air yang
ditampung ember dalam waktu sekian detik di setiap sumber
mata air. Saya mengenal istilah debit dari keusilan Mas Dahlan,
kalau debitnya 10 liter per detik itu artinya dalam waktu satu
detik air yang dikeluarkan oleh sumber sebanyak 10 liter. Berarti,
pada musim kemarau debit airnya lebih sedikit ketimbang musim
hujan. Saya lebih gampang membayangkan istilah sedikit untuk
debit ketimbang besar dan kecil atau tinggi dan rendah, meski pun
menurut Mas Dahlan saya salah. Aneh ya, mobil itu melaju dengan
kecepatan tinggi, cepat kok bisa tinggi itu bagaimana? Kenapa
tidak dibilang, mobil itu larinya atau jalannya sangat cepat sekali.
Gerakan dan Perjuangan Agraria 343