Page 364 - Mozaik Rupa Agraria
P. 364
dan aparat, bukan warga kampung. Berapa lama orang akan
dipenjara kalau bisa menghentikan tambang gamping dengan cara
menghancurkan alat tambang atau pabrik semen? Kalau dihukum
mati, bukankah setiap manusia pasti mati? Berjuang melalui jalur
hukum itu susah-susah gampang. Kalau pengadilan memang
tidak bisa dibeli, maka sasaran warga harus tepat benar, warga
harus tahu apa yang mereka tuntut dan bagaimana menuntutnya,
warga harus tahu kelemahan lawan. Tapi kalau pengadilan bisa
dibeli pemodal, maka jangan harap warga akan menang. Mengapa
pengetahuan justru membuat orang makin takut, bukan makin
berani? Apa yang salah ya? Ketakutan warga adalah senjatanya
penguasa. Semakin takut, warga semakin gampang dikalahkan.
Mas Kevin sering mengajak warga yang menolak tambang
gamping dan pembangunan pabrik semen untuk unjuk rasa. Dia
sering mewakili warga untuk bertemu dengan pemerintah atau
perusahaan. Dalam setahun ini kami sudah delapan kali unjuk rasa
tetapi masih juga belum didengarkan. Terlalu sering dan tanpa
hasil, rasanya jadi seperti perayaan saja, merayakan Hari Tani,
Hari Buruh, Hari Bumi, Hari Air, Hari HAM, Harmoko: hari-hari
omong kosong! Jangan-jangan hari-hari penting dibikin memang
hanya untuk diperingati, bukan untuk diperjuangkan maknanya
oleh yang bikin hari. Unjuk rasa artinya kami meninggalkan
pekerjaan sehari-hari, kalau terlalu sering unjuk rasa kami bisa
tidak makan. Mas Kevin lalu membuat petisi kepada gubernur
dan presiden, meminta mereka menghentikan rencana tambang
dan pembangunan pabrik semen karena ada kepentingan kaum
kapitalis di balik dua proyek itu, padahal ketua proyeknya adalah
presiden. Saya bertanya pada Mas Kevin, kaum kapitalis itu siapa?
Katanya, mereka adalah kaum pemodal yang doyan mengeruk
laba, para pemilik perusahaan, para orang kaya, kaum serakah,
kelas menengah. Itu berarti saya termasuk kaum kapitalis, karena
angkringan kecil ini punya saya, perusahaan saya yang saya modali
Gerakan dan Perjuangan Agraria 351