Page 367 - Mozaik Rupa Agraria
P. 367
Fantasi (lagu kesukaannya), itulah bedanya saya dengan Mas
Fatah.
Bersama kawan-kawannya, Mas Fatah mencipta banyak
sekali poster bergambar, kaos, gambar tempel, baliho, lukisan
dinding, bahkan puisi-puisi dan lagu-lagu yang mengusung
semangat kebersamaan dan menentang penindasan. Hasil karya
Mas Fatah dan kawan-kawannya ada di segala penjuru kampung
ini, bahkan ke luar daerah juga. Mas Fatah pernah membuat
lelang karya di kafe-kafe di Jogjakarta; Bandung; dan Jakarta
untuk disumbangkan kepada warga kampung ini. Lumayan, bisa
membiayai kebutuhan ibu-ibu yang sedang unjuk rasa setiap hari
dalam tenda di tapak pabrik semen. Tetapi karya Mas Fatah dan
kawan-kawannya juga membuat warga susah. Tentara dan polisi
menuduh kami antek-antek PKI, karya-karya mereka persis karya
LEKRA. Akibatnya ancaman datang bertubi-tubi, sebagian warga
yang takut dipenjara memilih tidak terlibat dalam perjuangan.
Sebenarnya penjara tidak menyeramkan, tetapi hidup di penjara
sama dengan meninggalkan pekerjaan dan itu artinya hilang
nafkah, bikin tambah susah. Penampilan Mas Fatah juga kurang
disukai oleh sebagian warga yang mulai dekat dengan para
mahasiswa lainnya. Cara Mas Fatah membantu kami juga tidak
disukai para mahasiswa itu karena mengandalkan solidaritas
sesama korban. Kata mereka, warga tidak mungkin berhasil tanpa
peran negara dan el es eng. Negara harus bertanggungjawab, el
es eng harus ambil bagian. Gagasan Mas Fatah bagus, tetapi
syaratnya susah yaitu mengandalkan kekuatan orang banyak
secara serentak, musuhnya adalah perpecahan warga.
Ketidakcocokan itu juga terjadi satu sama lain, tidak hanya
terhadap kelompok Mas Fatah saja. Masing-masing kelompok
mahasiswa merasa paling pas dalam membantu warga.
Ketidakcocokan itu kemudian merembet ke warga yang mereka
354 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang