Page 390 - Mozaik Rupa Agraria
P. 390
zaman modal secara khusus menjadi perhatian Materialisme
Dialektis karena ia menjadi jantung peradaban.
Dalam tubuh angkatan bersenjata di suatu negara yang sarat
bisnis militer, dalam tubuh rumah tangga yang mana suami
dominan dalam segala hal terhadap anggota keluarga, dalam
tubuh partai atau organisasi yang elitis di mana pimpinan/senior
adalah panutan yang dipatuhi dan anggota/kader adalah manutan
yang mematuhi, maupun dalam tubuh sosial dan kebudayaan
yang patriarkis kadang kala tak selalu terjadi gerak perlawanan
internal meski terdapat kontradiksi di dalamnya. Lalu, apa syarat
kontradiksi menjadi daya gerak? Kesadaran bahwa ketimpangan-
ketimpangan itu adalah masalah, Shifu Mao menyebutnya sebagai
kesadaran kelas tertindas atas penindasan yang dialaminya, yang
bersumber dari hubungan ekonomi politik yang menghisap
(eksploitatif) dan diawetkan oleh kelas penindas. Pengawetan
penindasan itu bisa juga dilakukan oleh kelas tertindas dengan
cara enggan sadar dan ogah melawan, merawat ketakutan, atau
pasrah pada takdir yang tak kunjung hadir. Ikhtiar menjadi
wajib bagi setiap penganut Materialisme Dialektis. Bagi mereka,
kesabaran ialah usaha tiada henti, bukan menyerah pada keadaan.
Di sinilah, hubungan ekonomi politik yang melekat pada
hukum kontradiksi (yang bekerja dalam tubuh sosial) dan
kesadaran kelas menjadi dasar untuk menilai apakah suatu gejala
ketimpangan, pertentangan atau perbedaan memenuhi syarat
menjadi revolusi. Apabila ekonomi politik atau kesadaran kelas
absen, maka revolusi kemungkinan besar tak terjadi.
Menurut penilaian non penganutnya, Materialisme Dialektis
mendukung positivisme, pro modernisme, pro industri, serba
dwi kutub (oposisi biner) atau dwi warna (spektrum hitam putih)
hingga meniadakan alternatif cara pandang ketiga atau posisi
antara, linier dan strukturalis, politis dan eklektik (mencomot
Gerakan dan Perjuangan Agraria 377