Page 392 - Mozaik Rupa Agraria
P. 392
Yogyakarta didirikan oleh VOC dan Sultan Hamengku Buwono I
diangkat olehnya.
Kelahiran Kesultanan Yogyakarta, sebagai pusat tata nilai;
kekuasaan; dan identitas, selaras dengan maksud dan tujuan
VOC yang diteruskan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda,
keduanya penjajah, pelaku kolonialisme. Demikian pula,
Kadipaten Pakualaman yang muncul di era pendudukan Inggris.
Sumber daya alam, termasuk tanah, dalam penguasaan rakyat
secara fisik, namun secara politik rakyat tunduk pada Bupati yang
patuh pada Sultan, Sultan taat pada penjajah. Apa yang tampak
sebagai feodalisme di DIY bukan feodalisme yang sesungguhnya
(yang umum dipahami sebagai tatanan prakapitalis yang lepas
dari kepentingan zaman modal). Feodalisme di DIY merupakan
perantara bagi peternakan modal melalui kolonialisme. Sehingga,
zaman modal sudah melatari wajah Yogyakarta sejak ia dilahirkan.
Kolonialisme memerlukan ruang baru untuk menghasilkan
barang dagangan, upaya itu menceraikan rakyat dari tanah yang
digarapnya. Eyang Marx menyebutnya Akumulasi Primitif. Zaman
modal bertahan hampir tiga abad kemudian, kini Kolonialisme
berganti rupa menjadi Keistimewaan DIY, menghadirkan
Akumulasi Primitif melalui Perampasan—[Primitive]
Accumulation by Dispossession; istilah ini dikembangkan oleh
David Harvey (2003) , yang menyebabkan setiap jengkal Tanahmu
4
Bukanlah Milikmu!
5
Bahkan, Keistimewaan DIY dibangun dari imajinasi bahwa
Yogyakarta ialah negara yang merdeka dan berdaulat dari
penjajahan (Sabdatama Hamengku Buwono X, 10 Mei 2012),
imajinasi ini mengingkari bukti-bukti sejarah yang tercantum
dalam akta kelahiran Kesultanan Yogyakarta, yaitu: Perjanjian
4 David Harvey. 2003. The New Imperialism. Oxford: Oxford University Press.
5 www.selamatkanbumi.com//id/tanahmu-bukanlah-milikmu
Gerakan dan Perjuangan Agraria 379