Page 516 - Mozaik Rupa Agraria
P. 516
menjadi sesuatu yang bukan dirimu. Seseorang yang tumbuh
tanpa dihantui kecemasan-kecemasan.
Apa yang kau cemaskan, Anakku? Ibu selalu membelamu
di hadapan siapa pun; membelamu ketika ayahmu menuntutmu
lebih dan membandingkanmu dengan anak tetangga yang juara
satu atau dua; membelamu ketika kakak pembina memarahimu
karena kau gagal ujian tali-temali dalam pramuka; membelamu
ketika kau dianggap tak becus baris-berbaris saat latihan upacara
bendera; dan membelamu ketika teman-temanmu mengataimu
bodoh dan tak berguna. Berapa kali ibu bilang padamu agar kau
tak perlu takut ketika mendapat nilai 5 untuk matematika. Kau
tetap anak pintar. Lihatlah, teman-temanmu sekelas tak ada yang
mampu menggambar sebagus kamu. Kau tahu? Tarianmu yang
paling luwes di antara anak-anak seusiamu. Dan, adakah anak yang
suaranya lebih merdu darimu di lingkungan pedukuhan ini? Tidak
ada, Nak. Cuma kamu yang istimewa. Kenapa kau harus takut
dianggap bodoh oleh ibu guru hanya karena nilai matematikamu?
Apakah benar ibu guru memarahimu setiap kali kau tak dapat
mengerjakan soal paling mudah, Nak? Apakah ibu guru di sekolah
pernah memujimu untuk kemampuanmu yang lain? Mungkin
tidak. Matematika, IPA, pendidikan kewarganegaraan tetaplah
yang utama buat para gurumu, para orang tua teman-temanmu,
para tetangga kita. Tetapi, ibu selalu memujimu apa pun
keadaanmu, Tiara, sebab kau adalah putri kesayangan keluarga
ini, putri semata wayang yang amat kusayang.
Ibu masih ingat, setiap minggu pagi kita menyantap
jajanan pasar kesukaan kita masing-masing. Ibu suka gatot dan
thiwul—kau ingat? Keduanya dibuat dari gaplek, ubi kayu yang
dikeringkan. Kau suka cenil, lopis, dan grontol, dengan kuah juruh
yang kental. Ibu suka ketika kau ceriwis menanyakan bagaimana
membuat cenil yang warna-warni dari tepung tapioka, bagaimana
Politik Ruang, Populasi dan Kesehatan Mental 503