Page 518 - Mozaik Rupa Agraria
P. 518
kau kenakan seragam pramuka, Nak? Jika ibu guru memarahimu,
maka ibu yang akan membelamu, menjelaskan kepadanya agar
kau dimengerti. Jika teman-temanmu mengolok-olokmu dan
membuatmu sedih, maka ibu yang akan menasihati mereka dan
menghiburmu.
Kau mungkin tak sempat mengerti, Anakku. Apa kau tahu?
Guru-gurumu dan teman-temanmu, mereka terbiasa diseragamkan
sehingga lama-kelamaan seragam menyeragamkan isi kepala,
perilaku, dan isi hatinya, membuat mereka sulit menerimamu
yang berbeda, tak siap pada hal-hal di luar pengalaman, takut
pada perbedaan. Ketakutan itu mereka kembalikan padamu,
mereka pakai untuk menakut-nakutimu, Anakku.
Jangan mencemaskan hal-hal yang tak perlu kau cemaskan,
Tiara. Anakku, masih ada hari lain untuk memperbaiki kesalahan-
kesalahanmu, jika memang kau salah. Kau tak perlu dirundung
murung hanya karena salah seragam, lupa mengerjakan PR
matematika, tidak bisa mengucap kata mamalia, atau salah
melangkah saat baris-berbaris latihan upacara bendera. Itu semua
bukan hal yang memalukan, Anakku.
Tetapi di usiamu yang terlalu dini, kau pilih menyentuh
keputusasaan. Mengapa, Nak?
Pada gilirannya setiap jiwa akan pergi, Anakku. Ibu pasti
menyusulmu, ini hanya soal waktu. Ibu mungkin menerima
kepergianmu, tetapi caramu pergi membuat ibu kehilangan akal,
hampir hilang ingatan. Kau menyimpan kecemasan sebelum
pergi, dan kecemasan itu kini kau wariskan pada ibu. Ibu cemas
jika bisik-bisik tetangga itu benar. Ibu cemas jika kau memang
ditakdirkan berada di urutan ke-16 dalam daftar para mendiang
yang pergi tak wajar. Ibu cemas caramu pergi menular ke orang
lain.
Politik Ruang, Populasi dan Kesehatan Mental 505