Page 103 - Kembali ke Agraria
P. 103
Usep Setiawan
dunia luar. Ini dikarenakan mobilitas sosial ke luar kampung yang
cukup tinggi. Di beberapa rumah warga pun sudah ‘dihiasi’ pesawat
teve hitam putih dengan tenaga aki dan radio dengan energi baterai.
Resep yang dipakai Orang Naga dalam mempertahankan adatnya
sekaligus juga mengikuti perkembangan zaman adalah falsafah:
Hirup mah kudu miindung ka waktu mibapa ka zaman, yang artinya: bah-
wa dalam hidup kita mesti mengikuti perjalanan waktu dan jangan
mau ketinggalan zaman, walau begitu jangan sampai kabawa kusa-
kaba-kaba (terbawa oleh pengaruh negatif yang ditimbulkan perkem-
bangan zaman).
Dalam hal etika dan kearifan (moralitas) hidup, Orang Naga
secara ketat patuh terhadap larangan yang ditetapkan leluhur. Tiga
larangan utama adalah berjudi (ngadu), mabok (ngamadat) dan melacur
(ngawadon). Jika larangan dilanggar, si pelaku tinggal menunggu ‘hu-
kuman’ dari leluhur. Menurut sesepuh setempat, hingga kini belum
pernah (diketahui) ada warga adat yang melanggar larangan di atas.
Untuk memelihara kelangsungan adat, setiap tahun Orang
Kampung Naga mempunyai enam upacara adat yang mengikuti hari-
hari keramat dalam bulan suci Islam. Yaitu setiap bulan Muharram,
Mulud, Jumadil Akhir, Sa’ban, Idul Fitri dan Idul Adha. Setiap
menjelang Maulid Nabi Muhammad (muludan), dikumandangkan
shalawat nabi dengan diiringi musik terbang (khas Naga). Upacara
adat dilakukan dengan melakukan ziarah (jarah) ke makam leluhur
di Kampung Naga. Yaitu makam karuhun pertama Naga yang ber-
nama Eyang Singaparna. Ada lima pihak yang tidah boleh ikut serta
dalam jarah, yaitu: perempuan, anak kecil, non-muslim, haji, dan
pejabat pemerintah (mester).
Setahun sekali, secara rutin di Kampung Naga biasa diseleng-
garakan sunatan massal. Acara ini menarik perhatian, karena selain
melibatkan puluhan anak kecil keturunan Naga yang disunat, ada
juga hiburan tradisional yang digelar selama kira-kira tiga hari. Tidak
jarang, warga mengundang kerabat dan kenalan dari luar Naga
untuk menyaksikan.
84