Page 101 - Kembali ke Agraria
P. 101
Usep Setiawan
yaitu Tasikmalaya dan Garut - Jawa Barat. Luas lahan masyarakat
adat Naga (yang sesungguhnya) diperkirakan sekitar 16 ribu hektare.
Tiga garis pinggir dari wilayah adat ini meliputi sekitar daerah
Salawu, Cilawu, Cigalontang. Kampung ini juga dikelilingi tiga
gunung, yakni Gunung Cikuray, Gunung Karacak, dan Gunung
Galungggung. Di sekeliling dalam wilayah adat Kampung Naga
terdapat makam-makam tua (keramat).
Masalah paling mendasar di Kampung Naga adalah hilangnya
tanah karuhun yang diambil oleh pihak lain sejak zaman penjajah
Belanda. Menurut cerita karuhun, Orang Naga mempunyai lahan
garapan dari batas Sungai Ciwulan sampai Sungai Cipaingeun. Yaitu
untuk ladang, sawah, dan perkampungan keturunan Naga yang
pindah dari Kampung Naga. Yang disebut Kampung Naga sendiri
hanya sebatas lahan 1,5 hektare untuk pemukiman saja.
Ada tiga jenis pemanfaatan tanah di Naga, yaitu: (1) tanah
garapan, yakni tanah yang boleh dimanfaatkan untuk kegiatan per-
tanian masyarakat, seperti kebun, ladang (tirtir) dan sawah; (2)
leuweung larangan, yakni tanah yang tidak boleh diganggu sama
sekali, jangankan mengambil sesuatu dari atasnya, menginjakkan
kaki pun sangat dipantang oleh adat; (3) lahan cadangan meliputi
daerah sepanjang Sungai Cipaingeun sampai Sungai Cihanjatan.
Lahan ini dapat dipakai jika lahan garapan pertanian atau pemu-
kiman sudah tidak mencukupi lagi. Tanah hutan larangan adalah
dari Sungai Cihanjatan sampai Sungai Cikole, yang dilarang untuk
digarap.
Namun kini, sebagian besar tanah adat Orang Naga sudah
dijadikan hutan pinus oleh Perhutani (perusahaan milik negara) dan
perkebunan teh (milik swasta). Pengalihan fungsi ini sudah berlang-
sung lama, ketika penjajahan masuk dan mengembangkan sektor
perkebunan di Indonesia. Kini, lahan yang diakui oleh pemerintah
sebagai tanah Orang Naga hanyalah tanah seluas 1,5 hektare. Di
atasnya berdiri 110 bangunan yang dijadikan perkampungan oleh
sebanyak 104 KK (325 jiwa) sampai dengan September 2002.
82