Page 104 - Kembali ke Agraria
P. 104
Kembali ke Agraria
Soal tanah adat
Dari hasil kajian yang dilakukan YP2AS (1997) terhadap
kampung-kampung adat di Pulau Jawa, ditemukan problem pokok
yang dihadapi hampir seluruh kampung adat. Yakni berpindah
tangannya tanah yang menjadi wilayah adat mereka ke pihak luar.
Di Pulau Jawa, sampai hari ini, sejumlah komunitas masyarakat adat
yang setia pada aturan masing-masing leluhurnya masih bertahan.
Beberapa komunitas masyarakat adat itu, Kasepuhan Banten Kidul,
Ciptarasa (Sukabumi), Kampung Dukuh (Garut), Kampung Naga
(Tasikmalaya), Kampung Kuta (Ciamis) dan Baduy (Lebak).
Sedangkan di Jateng ada Orang Samin (Sleman, Yogyakarta), dan di
Jatim dikenal Orang Tengger (Malang dan Purbalingga) serta Orang
Osing (sekitar tapal kuda, Banyuwangi).
Dengan mengambil sampel kasus hilangnya wilayah adat Orang
Naga, sebenarnya kita sedang bercermin pada kenyataan yang lebih
besar. Bahwa dewasa ini memang tengah terjadi perubahan sosial
dalam masyarakat Indonesia. Masyarakat adat di Indonesia tengah
mengalami perubahan. Titik penting yang mendorong terjadinya
perubahan itu adalah hilangnya akses dan kontrol masyarakat adat
atas sumber-sumber agraria yang secara tradisi mereka kuasai dan
kelola secara arif. Di sisi lain, hingga kini, tema masyarakat adat
kurang populer di kalangan masyarakat luas.
Meski begitu, perhatian terhadap masyarakat adat di kalangan
tertentu perlahan-lahan mulai tumbuh. Terutama dari kalangan orga-
nisasi non-pemerintah dan akademisi. Membesarnya perhatian itu
terutama didorong oleh karena terjadinya berbagai kasus yang meru-
gikan eksistensi masyarakat adat. Berdasarkan hasil studi Konsor-
sium Pembaruan Agraria (KPA) pada 1997-1998, tentang hak-hak
masyarakat adat atas sumber-sumber agraria, diketahui bahwa
kenyataan yang sebenarnya terjadi pada masyarakat adat Indonesia
adalah sebuah proses penghancuran yang sistematis. Ini terjadi
melalui intervensi berbagai kebijakan pembangunan yang memihak
modal besar (kapitalisme) dalam sejumlah proyek pembangunan yang
85