Page 331 - Kembali ke Agraria
P. 331
Usep Setiawan
tanah seluas 9,25 juta ha yang akan dibagikan kepada rakyat tak
hanya berasal dari bekas hutan konversi, tetapi mencakup tanah-
tanah yang dikuasai monopolistik oleh negara maupun swasta.
Kenapa tidak tanah-tanah yang dikuasai badan usaha yang izinnya
diperoleh dari kebijakan politik agraria kapitalistik dan sering kali
melanggar rasa keadilan sosial rakyat di sektor perkebunan besar,
kehutanan, pertambangan, kita proyeksikan sebagai objek reforma
agraria? Mengingat saat ini banyak tanah yang diduduki dan
dikuasai rakyat melalui okupasi maupun re-claiming, maka tanah-
tanah itu harusnya terintegrasi dengan program reforma agraria yang
hendak dijalankan melalui legalisasi penguasaannya.
Kedua, penerima manfaat (subjek reform) program reforma agraria
harus diutamakan dan sungguh bagi rakyat miskin. Dalam identi-
fikasi penerima manfaat akan lebih baik bila pemerintah tetap menja-
dikan PP No 224 Tahun 1961 sebagai acuan utama. Sebab PP ini taat
asas pada UUPA No 5/1960 yang berprinsip tanah untuk rakyat.
Dalam PP ini terdapat sembilan penerima prioritas pembagian tanah
yang bila dikelompokkan: petani penggarap, buruh tani, petani gurem,
petani tak bertanah. Melihat kenyataan sosial sekarang, kemiskinan
tak hanya pada petani. Karenanya kaum nelayan, miskin kota, buruh,
dan masyarakat adat serta korban konflik/sengketa agraria, harus
juga jadi penerima manfaat reforma agraria.
Hanya dengan kepastian objek dan subjek inilah, harapan refor-
ma agraria akan efektif mengurangi kemiskinan dan pengangguran
serta menuntaskan ribuan konflik agraria struktural dapat jadi lebih
mungkin.
Matangkan prasyarat
Kemauan politik pemerintah menjalankan reforma agraria men-
jadi syarat utama. Syarat lainnya organisasi rakyat (tani) yang kuat,
data agraria yang lengkap dan akurat, terpisahnya elite politik dengan
elite bisnis, dan dukungan militer (Gunawan Wiradi; 2000). Sekalipun
prasyarat ini belum sepenuhnya tersedia, hendaknya reforma agraria
312