Page 335 - Kembali ke Agraria
P. 335

Usep Setiawan

            selama 30 tahun lebih.
                Konflik agraria adalah konflik struktural, yakni yang timbul
            karena kebijakan pemerintah. Yang berkonflik bukan antar rakyat
            dengan rakyat, tetapi rakyat versus pemodal besar, dan/atau rakyat
            versus pemerintah termasuk BUMN. Umumnya konflik agraria bera-
            wal dari proses “negaraisasi” tanah-tanah yang sudah lama dikuasai
            dan didiami rakyat. Atas nama hak menguasai dari negara, peme-
            rintah kemudian memberikan alas klaim atau hak pemanfaatan baru
            bagi badan-badan usaha swasta atau pemerintah. Jadi, konflik agraria
            ini warisan dari kebijakan masa lalu, yang belum kunjung ditangani
            serius oleh pemerintah produk reformasi.


            Kekerasan dan intimidasi
                Ciri lain dari konflik agraria struktural adalah penggunaan cara-
            cara penindasan dan penaklukan kepada rakyat. Penindasan yang
            bersifat fisik, seperti intimidasi, teror, kekerasan fisik, pembuldoseran
            tanah dan tanaman, penangkapan, isolasi warga, dsb. Sedang pola
            penaklukannya sering dilakukan delegitimasi hak rakyat, penetapan
            ganti rugi sepihak, manipulasi kehendak rakyat, dicap PKI atau anti
            pembangunan, dsb.
                Memahami karakter konflik agraria di atas, maka proses hukum
            yang selama ini digunakan untuk menyelesaikan konflik agraria
            (termasuk sengketa tanah) tidak pernah bisa mampu menyelesai-
            kannya secara tuntas. Proses yang ada menempatkan rasa kemanu-
            siaan dan keadilan sosial rakyat korban konflik/sengketa masih jauh
            dari harapan. Oleh karena itu, kini tengah dibutuhkan mekanisme
            dan kelembagaan baru yang khusus menangani dan menyelesaikan
            seluruh konflik agraria di masa lalu sekaligus mengantisipasi konflik
            di masa depan. Rencana dimulainya pelaksanaan reforma agraria
            tahun 2007 ini jelas membutuhkan kelembagaan khusus untuk me-
            nangani konflik yang dimungkinkan muncul akibat dijalankannya
            reform.
                Perspektif baru yang penting dijadikan dasar penyelesaian


            316
   330   331   332   333   334   335   336   337   338   339   340