Page 337 - Kembali ke Agraria
P. 337
Usep Setiawan
diberi rambu-rambu yang tegas. Pasal 2 (3) UUPA menggariskan:
“Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara ter-
sebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-
besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia
yang merdeka berdaulat, adil dan makmur”. Inilah keadilan substantif
politik agraria yang diamanatkan para pendiri republik. Oleh karena
itu, ketika kita mendorong lahirnya mekanisme dan kelembagaan
khusus untuk menyelesaikan konflik agraria, sebenarnya ini meru-
pakan bagian dari usaha mengembalikan posisi negara ke dalam
konteks pelayan kepentingan rakyat.
Beberapa hal strategis yang harus bisa dicapai kelembagaan
penyelesaian konflik agraria ini meliputi: (1) memungkinkan rakyat
mengadukan tanahnya yang dirampas pada masa lalu, (2) menguat-
kan posisi rakyat dalam hal pemilikan tanah, (3) memungkinkan
rakyat mendapatkan keadilan melalui pemulihan, penggantian
terhadap kerugian dan hak-haknya yang dirampas oleh proses masa
lalu, dan (4) memungkinkan satu terobosan hukum yang menjadi
pintu masuk untuk mendekontruksi sistem hukum yang tidak meme-
nuhi rasa keadilan rakyat (lihat: Kertas Posisi KPA No.10/2001).
Konflik agraria yang menelan banyak korban di pihak rakyat,
hendaknya membuka mata hati dan pikiran semua pihak yang ber-
wenang untuk menyelesaikannya secara tuntas. Karena instrumen
hukum yang ada terbukti tidak lagi memadai, maka pembentukan
lembaga Negara yang khusus bertugas menangani dan menuntaskan
konflik agraria menemukan relevansi dan urgensinya.
Kita ditantang untuk membuka kemungkinan pembentukan
Peradilan Agraria dan/atau Komisi Nasional untuk Penyelesaian
Konflik Agraria guna memenuhi keadilan sosial sekaligus membe-
rikan kepastian hukum yang mensejahterakan bangsa.***
(Artikel ini ditulis bersama oleh Usep Setiawan dan Idham
Arsyad)
318