Page 336 - Kembali ke Agraria
P. 336

Kembali ke Agraria

               konflik agraria adalah bagaimana hukum mampu menjawab dan
               memenuhi kebutuhan akan keadilan substantif bagi rakyat yang
               selama ini menjadi korban konflik agraria. Pendekatan pembuktian
               legal-formal atas pemilikan tanah yang dipersengketakan terbukti
               gagal menghadirkan keadilan bagi korban. Kenapa pemenuhan rasa
               keadilan ini harus didahulukan? Karena proses perampasan dan
               penggusuran tanah-tanah rakyat untuk berbagai kepentingan pengu-
               saha maupun penguasa pada umumnya menempatkan pihak rakyat
               sebagai korban yang nyaris tanpa perlindungan. Tindakan kekerasan
               aparat seperti di Alas Tlogo, Pasuruan, bukanlah insiden tunggal,
               melainkan konsekwensi logis dari diterapkannya politik dan kebi-
               jakan agraria masa lalu yang kapitalistik dan otoriter—condong mem-
               bela ekonomi—politik kuat.
                   Dalam persprektif keadilan bagi korban, walaupun pemilikan
               tanah oleh TNI AL di Pasuruan secara legal-formal dianggap sah
               karena ada alas hak yang bernama Hak Pakai sebagaimana diatur
               UUPA No.5/1960, tapi yang perlu dicermati serius adalah proses
               lahirnya hak tersebut dan dampak sosial-ekonominya bagi warga
               sekitar. Dari catatan kronologis kasus Pasuruan diperoleh bukti ada-
               nya represi yang dilakukan aparat kepada warga dan indikasi
               penyimpangan prosedur penerbitan hak atas tanahnya.


               Negara tidaklah memiliki
                   Faktanya, dalam banyak kasus sengketa tanah struktural sejak
               Orde Baru konsep hak menguasai dari negara atas tanah dan sumber
               agraria lainnya telah secara salah dimaknai dan dipraktikkan selaik-
               nya asas domeinverklaring yang menempatkan pemerintah sebagai
               penyelenggara negara seolah-olah pemilik tanah. Konsepsi barat ini
               telah dikubur UUPA No.5/1960, kemudian diteguhkan bahwa bang-
               sa Indonesialah pemilik tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa.
                   Perlu diingatkan, bahwa negara tidaklah “memiliki” tanah
               melainkan “menguasai” tanah untuk kemakmuran rakyat. Konsep
               memiliki dan menguasai jelas beda. Penguasaan negara pun telah


                                                                        317
   331   332   333   334   335   336   337   338   339   340   341