Page 334 - Kembali ke Agraria
P. 334
Sinar Harapan, 25 Juni 2007
Kelembagaan Penuntas Konflik Agraria
AMPAI saat ini belum jelas ujung penyelesaian konflik agraria
Sdi Alas Tlogo Pasuruan, Jawa Timur, (30/5/7) yang menewaskan
empat warga sipil dan melukai tujuh lainnya. Belajar dari kasus-
kasus konflik agraria yang melibatkan militer sebelumnya, penye-
lesaiannya diserahkan ke pengadilan militer yang tertutup dan penuh
teka-teki.
Tampaknya hal ini akan terulang dalam penanganan kasus Pasu-
ruan, padahal kita mengidealkan tindak kekerasan aparat negara
terhadap warga negara dibawa ke pengadilan HAM atau ke peradilan
umum. Di sisi lain, sengketa tanah yang memicu kekerasan terhadap
warga juga belum jelas penyelesaiannya. Pihak TNI dalam dialog
bersama 11 kepala desa yang difasilitasi oleh Pemda Pasuruan sempat
menawarkan relokasi warga, tetapi masyarakat tidak menerima. TNI
ngotot dengan tawarannya sedangkan masyarakat tetap kukuh meng-
inginkan tanahnya utuh dikembalikan.
Jika diurut sebab kekusutan persoalan agraria kita, salah satunya
karena tidak terdapat instrumen mekanisme dan kelembagaan penye-
lesaian konflik agraria. Dulu, di masa Soekarno kita punya pengadilan
landreform, tetapi dihapuskan di masa Soeharto tahun 1970. Sejak
saat itu, seluruh konflik agraria dilarikan ke peradilan umum. Pera-
dilan umum tak bisa menyelesaikannya, bukan hanya karena kewe-
nangan dan kecakapan hakim, tetapi karakter konflik agraria kita
yang berubah seiring dengan tidak dijalankannya reforma agraria
315