Page 71 - Kembali ke Agraria
P. 71
Usep Setiawan
nasional’, dan ‘kepentingan umum’ yang digarap pemerintah, swasta
atau kolaborasi keduanya. Proyek lapangan golf, kawasan pariwisata,
real estate, industri dan sebagainya adalah pemangsa tanah-tanah
pertanian. Penggusuran lahan pertanian tidak hanya telah menciut-
kan luas lahan pertanian (sawah) secara massif, tapi juga menghi-
langkan akses petani terhadap tanahnya.
Kemudian apa yang mungkin terjadi jika kita abai pada kenya-
taan tadi? Bisa dipastikan (hipotetik) bahwa pemerintah baru di
bawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan
Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri dengan dalih ‘pem-
bangunan’ seenaknya menggasak kekayaan agraria seperti lahan
pertanian yang subur, hutan yang perawan, gunung menjulang, dan
kekayaan alam lainnya untuk dijadikan sebagai objek eksploitasi
dan komoditi bernilai ekonomis.
Perlu dicatat, bahwa semangat membangun dengan mengejar
pertumbuhan ekonomi inilah yang telah melegitimasi proses peram-
pasan hak-hak kaum tani secara masif. Kalau kita mau jujur, lumatnya
kaum tani sesungguhnya karena diterapkannya model pengem-
bangan pertanian yang berpihak kepada kekuatan modal besar.
Ujungnya suka tidak suka petani kecil menjadi tumbal pembangunan.
Tidak menutup kemungkinan bahwa usaha tani merupakan
lapangan kerja utama bagi anak bangsa, tetapi kita jangan lupa tidak
sedikit di antara mereka (tani) yang bekerja di lahan milik orang lain.
Pada umumnya, petani penggarap biasa memperoleh pendapatan
yang nilainya jauh di bawah perolehan para pemilik tanah dari usaha
tani yang sama. Belum lagi nasib kalangan buruh tani, yang hidupnya
semata-mata menjual tenaga dalam usaha tani, sebagian besar mene-
rima upah yang jauh dari rata-rata upah yang biasa diterima kaum
buruh di sektor lainnya. Minimnya pendapatan kaum tani mencer-
minkan adanya hubungan yang asimetris atas usaha tani selama
ini.
Oleh sebab itu, ketika konsep agrobisnis yang bias kapitalistik
diimplementasi dalam kondisi grass root semacam itu, maka bisa
52