Page 72 - Kembali ke Agraria
P. 72
Kembali ke Agraria
dimengerti jika esensi keadilan usaha tani malah menyingkirkan
mereka yang berstatus sebagai petani kecil, kaum tani penggarap
dan buruh tani. Agrobisnis atau agroindustri belum tentu menja-
dikan surplus usaha tani dinikmati mereka yang bekerja di atas tanah
pertanian. Potensinya justru surplus akan masuk ke kantung para
pemilik tanah (modal) yang mungkin hidupnya tidak mesti berhu-
bungan dengan cangkul dan tanah—sering disebut petani berdasi.
Model pembangunan agrobisnis atau agroindustri berpeluang besar
untuk melegitimasi penggedutan ‘tuan-tuan tanah bermodal besar’
sembari memperkurus kaum tani yang telah mengabdikan totalitas
hidupnya bagi pertanian. Inilah wajah paradoks agrobisnis yang
patut diwaspadai.
Mengingat peran ekonomi yang strategis dari sektor pertanian,
pemihakan yang jelas dari pemerintahan Gus Dur - Megawati kepada
pengembang sektor petanian memang tidak bisa ditawar lagi. Namun
yang tidak kalah penting dari itu, diperlukan perhatian sepenuhnya
hati dan komitmen yang tinggi untuk terlebih dahulu menjalankan
penataan struktur penguasaan tanah seadil-adilnya dan penyele-
saian sengketa agraria yang hingga sekarang belum juga dituntaskan.
Konsep struktur penguasaan sumber-sumber agraria yang dike-
nal luas sebagai pembaruan agraria atau reforma agraria (agrarian
reform) dalam arti yang lebih terbatas disebut landreform, sebagai jalan
yang relevan untuk mencari formulasi ideal dari program reformasi
ekonomi-politik di bidang petanian dan agraria pada umumnya.
Dengan distribusi sumber-sumber produksi yang vital bagi usaha
tani maka kesempatan yang luas untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan pun semakin terbuka.
Menyitir pidato Bung Kamo berjudul Berdikari (17 Agustus 1965);
“Revolusi Indonesia tanpa landreform adalah sama saja dengan tanpa
alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan gedung
tanpa isi. Melaksanakan landreform berarti melaksanakan satu bagian
mutlak dari Revolusi Indonesia”. Walaupun tema yang trend sekarang
bukan revolusi, melainkan reformasi, pada esensinya tetap sama
53