Page 74 - Kembali ke Agraria
P. 74

Pikiran Rakyat, 16 Mei 2000








                   Otonomi Daerah: Buah Simalakama?








                     YARIS semua kalangan kini menjadikan tema otonomi daerah
               Nsebagai menu pembicaraan. Lirik saja media massa, seminar,
               lokakarya, pelatihan, diskusi, bahkan warung kopi semarak membin-
               cangkan isu seksi nan hangat bernama otonomi daerah. Asal mula
               datangnya kegandrungan orang terhadap isu otonomi daerah tidak
               lepas dari lahirnya dua UU pada era Habibie, yakni Undang-Undang
               No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah—selanjutnya
               disebut UU No. 22/1999—dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perim-
               bangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
                   Yang dimaksud dengan otonomi daerah oleh UU No. 22/1999
               adalah: “kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
               kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berda-
               sarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan”
               Pasal 1 poin (h). Lebih dari itu, UU ini memberi kewenangan kepada
               daerah, mencakup dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam
               bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter
               dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain—Pasal 7 Ayat (1).
                   Tulisan ini mencoba menangkap kecenderungan perdebatan
               publik mengenai otonomi daerah dan menggagas peluang peman-
               faatan kebijakan otonomi daerah sebagai momentum pengembalian
               hak-hak kedaulatan rakyat. Kita identifikasi pendapat masyarakat
               (publik) secara umum. Kini tengah berkembang perdebatan yang
               sengit antara pihak yang menilai otonomi daerah secara optimistik

                                            55
   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79