Page 181 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 181
Masalah Perburuhan dan Aksi-aksi Kaum Buruh 171
Kompleks Industri Bekasi:
Bis jurusan Cikarang-Karawang dan Cikarang-Tangerang mondar-mandir dengan frekuensi tinggi. Penglaju seperti ini mem-
butuhkan waktu hingga dua jam untuk mencapai tempat kerja, dan dua jam lagi untuk mencapai rumah. Mereka melakukan-
nya setiap hari kerja. Penglaju yang lain datang dan pergi berkendara sepeda motor (buruknya transportasi umum mungkin
berkaitan dengan tingginya kepemilikan sepeda motor di kalangan buruh). Menjelang jam masuk pabrik, mereka menyerbu
masuk Bekasi dari segala penjuru. Memenuhi jalan raya Kali Malang (dari arah barat) dan jalan raya Karawang-Bekasi (dari
arah timur). Jalanan terpolusi asap knalpot dan hingar-bingar mesin sepeda motor. Pemandangan mirip di lintasan balap.
Terikat disiplin waktu pabrik, tidak boleh terlambat masuk kerja, membuat mereka berkendara dengan cara yang membaha-
yakan diri sendiri. Untuk menjadi penglaju seperti mereka, dibutuhkan keterampilan bersepeda-motor yang lebih dari rata-
rata.
Terintegrasi dengan kawasan industri, pengembang membangun kompleks-kompleks permukiman, yang dipasarkan untuk
pekerja asing dan manager pabrik. Sementara buruh warga asli Bekasi masih bisa menikmati suatu opsi, menumpang di
rumah orangtua atau kerabat; buruh pendatang bisa dijumpai tinggal di komplek perumahan, dibangun di atas lahan bekas
persawahan, di dekat stasiun kereta api Lemah Abang. Bangunan rumahnya berukuran kecil, mutunya rendah. Satu rumah
dihuni beramai-ramai dengan teman sepabrik atau satu daerah asal. Sejak kehadiran buruh pendatang, penduduk di
kampung-kampung sekitar pabrik untuk menawarkan kamar yang disewa bulanan. Harga sewa kamar berkisar antara Rp.
350-500 ribu per bulan. Kurang-lebih seperempat pendapatan satu bulan buruh industri yang diupah –katakanlah- Rp. 1,8
juta sebulan.
Gambar 3: Pemukiman buruh Pintu 1000, di sekitar kawasan industri Jababeka.