Page 64 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 64
54 MP3EI: Master Plan Percepatan dan Perluasan
Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
Produk Kebijakan/UU/PP Beberapa Catatan Penting/Substansi Kebijakan
UU No. 4 Tahun 2001 tentang Informasi UU ini berbicara tentang peran negara sebagai rezim kebenaran dan pendisiplinan
Geospasial pengetahuan kartografis.
UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan UU ini bersama denga UU No. 40 Tahun 2004 adalah cara yang dengannya negara
Penyelenggara Jaminan Sosial memediasi irisan antara sirkuit finans degan sirkuit produksi syarat-syarat produksi
nilai yaitu tenaga kerja.
Perpres No. 32 Tahun 2011 Masterplan Memperjelas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha
Percepatan Dan Perluasan Pembangunan yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Ekonomi Indonesia 2011 – 2025. Penanaman Modal yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 12 ayat (4) dan Pasal 13
ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Perpres ini mendaftar regulasi tingkat nasional yang harus dirubah sedemikian rupa
untuk menjamin kelancaran arus kapital untuk kurun waktu 2011-2025 (7 UU, 7
Perpu, 5 Perpres-Kepres-Inpress, dan 9 Peraturan Menteri). Master Plan ini
merupakan momen puncak terkini pendalaman dan perluasan peran negara untuk
memfasilitasi aliran kapital industrial dan finansial.
Matriks diolah dari berbagai sumber
oleh Swanvri
Sejak masa Reformasi, terdapat berbagai macam perubahan yang dilakukan negara untuk membuat aliran kapital bekerja. Di
antaranya: Pertama, negara mengadopsi sejumlah kerangka institusional hukum yang diperlukan untuk memperluas pasar
bebas dan menopang neoliberalisme. Hal ini ditunjukkan oleh disahkannya sejumlah regulasi yang mempermulus akumulasi
kapital. Beberapa regulasi itu di antaranya adalah Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; berbagai
macam undang-undang untuk meliberalisasi sektor keuangan dan perbankan; UU No. 2 tahun 2001 tentang Minyak Gas dan
Bumi yang berfungsi untuk memberikan wewenang yang besar pada pasar. Negara juga mendukung terciptanya pasar
tenaga kerja yang murah dan fleksibel serta komodifikasi tenaga kerja melalui Undang-undang Ketenagakerjaan No.
13/2003. (Syamsul Hadi, et, al 2012; Daeng 2008).
Kedua, negara juga mendorong kebijakan untuk memprivatisasi sejumlah perusahaan-perusahaan negara (BUMN) untuk
diprivatisasi. Para aparat negara dan teoretisi ekonomi yang mendukung kebijakan ini bertumpu pada argumen bahwa
perusahaan-perusahaan negara tersebut telah lama membebani keuangan negara dan menjadi alat perampokan sejumlah
elit partai politik penguasa. Pada kenyataannya, selain didera kerugian yang cukup besar (Prasetyo, 2007), kebijakan
privatisasi perusahaan-perusahaan negara ini juga tidak menghilangkan watak koruptif dan tetap menjadi alat perampokan
bagi para elit penguasa.
Ketiga, negara juga memainkan peranan kunci dengan menggunakan alat-alat kekerasan atau aparatus represif negara
(repressive state apparatuses) untuk mempermudah dan memuluskan jalan bagi akumulasi kapital yang lebih besar. Di
Indonesia, hal ini ditunjukkan oleh semakin meningkatnya penggusuran atas tanah-tanah rakyat, peminggiran terhadap