Page 110 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 110
Fenomena Kontemporer Pengaturan Tanah Adat
tersingkir dari kekuasaan dan cepat-cepat mengambil keuntungan
yang bisa didapat dari tanah adat. Sedang pihak Matahari cenderung
memilih bertahan menghadapi kemungkinan perebutan kuasa
oleh suku A. Dalam amatan Matahari, bahkan seorang dari pihak
Bulan dianggap telah menjadi kaki tangan BM untuk mendapatkan
tanah-tanah adat, yang dimaksud adalah PhW. Kenyataan ini
membuat pihak Matahari semakin merasa berkepentingan menjaga
tanah-tanah adat.
Isu tenung semakin mengkhawatiran banyak pihak.
Meninggalnya Ondoafi PW secara tidak wajar diduga disebabkan
tenung dari suku A.
Dari berbagai kerumitan demikian, pada awalnya masyarakat
terpecah dalam tiga kelompok. Kelompok pertama yang
berpandangan sebagaimana Versi 1. Kelompok ini mendukung
kepemimpinan Matahari. Walau sedang tidak memegang tampuk
kuasa, wibawa Matahari bisa dibangun oleh putra mahkota Matahari
(pewaris Ondoafi), bernama YPhW. Kelompok ini menghormati
kebijakan sebelumnya dari MW, yang melarang menjual tanah-
tanah adat. YPhW sendiri berkeliling kampung Nendali untuk
menyuarakan agar masyarakat mengawasi setiap usaha penjulan
tanah-tanah adat. Pada awalnya, karena kelayakan kepemimpinan
Matahari jelas jauh lebih kuat daripada Bulan, banyaklah dari
masyarakat yang menyokong kelompok ini. Begitu pula, wibawa
MW masih terasa, sedangkan ajakan YPhW bisa dinilai tulus untuk
kepentingan bersama. Namun dalam perkembangannya, sebagian
besar penyokong tersebut kemudian justru beralih ke kelompok
kedua, karena sama-sama “tergiur” menjual tanah adat.
Kelompok kedua adalah yang berpandangan sebagaimana
Versi 2. Kelompok ini mendukung kepemimpinan PhW (Bulan),
umumnya adalah mereka yang dulunya terlibat dalam penjualan
— 91 —