Page 47 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 47
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
aktivitas penambangan mengalami laju kecepatan yang tinggi.
Pada saat itulah tanah semakin dirasakan sebagai sumberdaya
yang langka dan mulai diperebutkan.
Perkembangan daerah ini sebagai bagian dari Kota Banjarbaru
juga menciptakan “goncangan budaya” tersendiri. Dengan kultur
ekstraktif semacam itu, ikatan pada tanah tidak terlalu kuat
sebagaimana terdapat pada masyarakat dengan kultur budidaya
menetap. Apalagi jika administrasi pertanahan yang ada di desa
tidak cukup baik sehingga jaminan keamanan penguasaan tanah
masyarakat menjadi kian lemah. Hal ini kemudian menimbulkan
satu persoalan tersendiri ketika daerah ini menghadapi perkembangan
kota yang berlangsung cepat dan banyak membutuhkan tanah
untuk berbagai aktivitas pembangunan.
b. Administrasi Pertanahan di Kelurahan: Masalah dan
Pemecahannya
Dalam sistem pertanian ladang berpindah seperti jamak terjadi
di luar Jawa, hak atas tanah diperoleh melalui pembukaan hutan
dan pemanfaatannya untuk budidaya pertanian dalam suatu siklus
rotasi penanaman. Tanah yang sudah ditanami cukup lama dan
tidak subur lagi akan ditinggalkan untuk beralih ke lokasi yang
berbeda, sampai kemudian kembali lagi ke tanah yang pertama
kali dibuka yang karena sudah ditinggalkan cukup lama kesuburan
tanahnya sudah pulih kembali. Dalam sistem semacam itu, tanah
yang telah lama ditinggalkan bukanlah “tanah kosong” karena
pemiliknya sewaktu-waktu dapat kembali lagi untuk menggarap
tanah tersebut.
Ketika hutan masih cukup luas dan jumlah penduduk
terbatas, sistem pertanian ekstensif ini dapat berjalan dengan
baik meskipun tidak ada sistem administrasi pertanahan yang
— 28 —