Page 43 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 43
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
merupakan sumber mata pencaharian utama mereka. Sebagai
kesimpulannya, proyek-proyek ini, bagi warga desa kembang akan
mengakibatkan pengurangan jumlah lahan pertanian dan daerah
tangkapan ikan yang produktif yang berdampak pada makin
berkurangnya produksi yang dapat mereka hasilkan.
Dengan kata lain, proses-proses ini hanya akan mengukuhkan
kemiskinan di tingkat pedesaan. Dan tentu, secara luas, akan
menyebabkan aspek-apsek tenurial insecurity semakin menguat,
yakni kerentanan penguasaan atas tanah, legal atau tidaknya status
tanah. Aspek lainnya, kehilangan lahan hidup, peningkatan pasar
tanah karena kelangkaan tanah akan menyebabkan harga tanah
melambung dan menyebabkan konsentrasi tanah hanya pada yang
berpunya, baik itu dari desa sendiri maupun yang dari luar desa,
dan sejumlah efek lain seperti gejala deagrarianisasi dan gejala
moving beyond farming yang terjadi di Kembang akibat proyek
ini. Hal inilah yang akan menyebabkan penguasaan masyarakat
atas tanahnya semakin mengalami kerentanan.
3. Kasus di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan: Kelurahan
Sebagai Pengelola Administrasi Pertanahan
Kota Banjarbaru berada diwilayah Propinsi Kalimantan Selatan.
Sebelum menjadi Kota otonom Banjarbaru adalah Kota
Administratif yang menginduk kepada Kabupaten Banjar. Pada
tahun 1999 melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 1999 tanggal 20 April 1999 Tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarbaru, Banjarbaru menjadi
daerah otonom lepas dari Kebupaten Banjar. Wilayah Banjarbaru
meliputi 3 (Tiga) Kecamatan, yaitu Kecamatan Banjarbaru,
Kecamatan Cempaka, dan Kecamatan Landasan Ulin. Namun
— 24 —