Page 162 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 162
M. Nazir Salim & Westi Utami
pemanfaatan) seluas mungkin kepada masyarakat merupakan ikhtiar
politik yang sedang dijalankannya.
Dari tiga skema di atas, yang paling rumit dan banyak mengalami
kendala adalah RA pada obyek pelepasan kawasan hutan. Pelepasan
kawasan hutan merupakan RA yang paling problematis, baik obyek,
subyek, cara kerja, dan pengelola (SDM). Problem terbesar ada pada tafsir
dan pemaknaan atas TORA pada dua lembaga yang menjalankan, yakni
Kem. ATR/BPN dan KLHK. Pada ranah ini, persoalan utama adalah prob-
lem koordinasi dan cara kerja, karena belum ada mekanisme yang cukup
efektif untuk menjalankannya. Alhasil, terjadi pelambatan pada tahapan
pelaksanannya. Problem berikut adalah pada ranah kelembagaan. GTRA
yang dibentuk melalui Perpres 86/2018 hingga kini belum efektif berjalan
untuk mengurus RA di daerah, sehingga persoalan RA di daerah belum
tertangani secara holistik, masih dikerjakan secara sektoral. Hal ini sema-
kin memperlambat mekanisme kerja karena RA di daerah seolah tidak
memiliki pemimpin. Padahal, GTRA memiliki posisi sangat strategis
karena di tangan GTRA seharusnya persoalan obyek, subyek, dan penye-
lesaian konflik ditangani. Hingga hari ini, GTRA di daerah belum efektif
berjalan, apalagi pembentukannya masih pada level provinsi, belum
sampai di tingkat kabupaten/kota. Tahun 2019 sudah diupayakan di
beberapa kabupaten untuk segera dibentuk GTRA, akan tetapi persoalan
anggaran menjadi kendala, karena pemerintah pusta hanya menyediakan
satu kabupaten di tiap provinsi untuk pembentukan GTRA. Perlu tero-
bosan baru dan progresif dari ketua GTRA provinsi agar mendorong
bupati/walikota berinisiatif membentuk GTRA di wilayahnya, agar segera
bisa menyelesaikan beberapa problem RA di tingkat tapak.
134