Page 160 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 160

M. Nazir Salim & Westi Utami

            E. Menyambungkan Gagasan Makro ke Mikro

                Uraian pada bab 1-3 yang penulis sampaikan merupakan penjelasan
            yang sifatnya makro, mengurai RA secara konseptual, kebijakan RA dari
            periode ke periode, dan menjelaskan RA di bawah rezim Joko Widodo.
            Fokusnya memang RA periode Jokowi, sekalipun menghadirkan konsepsi
            RA dan perjalanan kebijakan dari satu presiden ke presiden berikutnya,
            namun core issue-nya ada pada bab 3 yang menjelaskan problem kebi-
            jakan RA, baik TORA, menejemen kelembagaan, hubungan stakeholder,
            maupun subjek penerima. Penjelasan persoalan itu ada di level makro
            yang secara komprehensif penulis hadirkan dengan mengidentifikasi
            poin-poin pentingnya. Poin-poin itulah yang penulis analisis untuk
            ditunjukkan bahwa letak permasalahan dan lambatnya kebijakan RA pada
            level mikro (provinsi dan kabupaten). Hubungan kelembagaan yang
            belum berhasil melakukan koordinasi secara intens menyebabkan lam-
            batnya penyelesaian RA, sisi lain tingkat kemauan elite dalam mengemban
            mandat konstitusi yakni menjalankan perintah perundang-undangan
            juga berbeda-beda di daerah. Sementara dari sisi praktik kebijakan, baik
            dari level bawah sampai pusat masih berjalan sendiri-sendiri, atau sama-
            sama kerja, belum bekerja bersama-sama. Hal ini menambah jalannya
            RA di semua level mengalami pelambatan. Tampaknya semua sektor
            bekerja namun masing-masing berjalan sesuai dengan agenda kemen-
            terian, bukan satu agenda bangsa yakni menuntaskan Reforma Agraria.
                Terkait hal tersebut, uraian bab 1-3 menunjukkan persoalan makro
            tersebut, dan pada bab 4-5 penulis mencoba membuat eksperimen pada
            level mikro, dari mulai kebijakan pada level provinsi sampai pada level
            desa dengan melihat beberapa praktik kebijakan dengan sampel skala
            kecil. Karena sifatnya sampel untuk menunjukkan praktik kebijakannya
            pada level mikro, penulis mencoba mengambil RA yang sumber objek
            tanahnya dari pelepasan kawasan hutan. Di bab 3 penulis menjelaskan
            TORA dari pelepasan kawasan hutan yang secara nasional tanah yang
            sudah “dilepaskan” (indikatif) sekitar 1 juta hektar. Tindak lanjut dari
            pelepasan itu adalah melakukan pelepasan kawasan hutan pada level
            daerah. Dalam bab 4-5 penulis melihat bagaimana lahan yang dilepaskan
            di level daerah (Sumatera Selatan “melepaskan lahan hutan” ±45 ribu

              132
   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164   165