Page 62 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 62

M. Nazir Salim & Westi Utami

            B. Orde Baru “Membunuh” Reforma Agraria:
               Redisain ala Suharto

                Pemerintahan Suharto melakukan kebijakan dengan menelantar-
            kan Landreform hingga “mati” secara perlahan. Proses-proses yang sebe-
            lumnya sudah berjalan sesuai perintah UUPA dianggap sebagai warisan
            komunis dan “dipeti-es-kan”. Tidak lupa, Suharto kemudian mengambil
            kebijakan berbeda dengan menerbitkan UU Penanaman Modal Asing,
            UU Pokok Kehutanan, dan UU Pertambangan yang berbeda nafas dengan
            UUPA. Ditengarai, nafas dari UU di atas kental mewakili semangat UU
            agraria kolonial 1870 karena mementingkan semangat pembangunan
            yang berbasis modal asing dengan kebijakan pemberian konsesi lahan
            secara luas, “menghidupkan” warisan kolonial domein verklaring, dan
            kembali mengesahkan eksploitasi sumber daya alam secara bebas, meng-
            eksklusi masyarakat dari lahan dan penghidupannya. Harus diakui,
            keberadaan dan praktik atas UU itulah kemudian banyak menimbulkan
            konflik agraria di Indonesia (Rachman 2012, 2-4).
                Periode Suharto dengan Orde Baru-nya mempraktikkan Landreform
            secara berbeda, dimulai melakukan likuidasi terhadap Kementerian
            Agraria menjadi setingkat dirjen, kemudian juga secara perlahan
            menghapus kelembagaan Landreform yang telah dibentuk oleh Sukarno,
            di antaranya Panitia Landreform, Pengadilan Landreform, dan panitia
            pengukuran desa lengkap, termasuk dana Landreform. Suharto menem-
            patkan persoalan agraria sebagai masalah rutin yang cukup ditangani
            oleh birokrasi setingkat dirjen di bawah Kementerian Dalam Negeri
            dengan programnya “Catur Tertip Pertanahan” (Wiradi 2009, 88). Dengan
            Catur Tertip Pertanahan (Tertib Hukum, Administrasi, Penggunaan
            Tanah, dan Pemeliharaan Tanah Lingkungan Hidup), persoalan agraria
            menjadi persoalan administrasi semata, tidak lagi mengemban misi pen-
            ataan struktur penguasaan sekaligus menjalankan Landreform. Artinya
            Orde Baru melihat beban sejarah Landreform terlalu berat untuk dijalan-
            kan sehingga Suharto sengaja mendiamkan UUPA dan sebagian pera-
            turan turunannya. Pada konteks inilah sebenarnya, ambiguitas Orde Baru
            dalam praktik persoalan agraria dipamerkan. Karena pada kenyataannya,
            UUPA tidak dihapus, tetap berlaku dan masih menjadi landasan hukum

              34
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67