Page 63 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 63
Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi
untuk pertanahan di Indenesia.
Ambiguitas Presiden Suharto ditunjukkan dalam pidato di beberapa
forum resmi yang masih menyebut akan menjalankan Landreform. Begitu
juga Menteri Dalam Negeri masih mengeluarkan Instruksi No. 11 tahun
1982 tentang Kebijaksanaan untuk Meningkatkan Kegiatan Pelaksanaan
Landreform, juga MPR masih mengeluarkan Ketatapan MPR No. II tahun
1988 yang menjadikan program transmigrasi sebagai bagian dari Land-
reform (Mungkasa 2014, 8). Namun, upaya itu sebatas slogan untuk tetap
mempertahankan frasa “Land+Reform”, tidak untuk menjalankan seba-
gaimana seharusnya. Mungkin saja ada keraguan menerapkan Land-
reform karena Rezim Orde Baru yang banyak diwakili militer gemar
memelihara trauma-trauma dengan pernyataan bahwa “landreform
adalah program PKI dan landreform adalah aksi sepihak” (Wiradi 2009,
92).
Sepanjang Orde Baru berkuasa, nyaris Landreform yang nafasnya
dari Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 7, 9, 10 UUPA tidak dijalankan. Suharto
kemudian memilih fokus pada program transmigrasi. Dalam banyak
kajian, transmigrasi juga dimaknai sebagai Landreform ala Suharto,
namun secara substansi bukanlah Landreform sebagaimana dimaksud
dalam UUPA dan aturan hukum turunannya. Argumen Suharto dengan
gagah mengatakan bahwa masyarakat petani khususnya Jawa perlu diberi
lahan secara memadai untuk meningkatkan produktivitasnya, dan lahan-
lahan di Jawa tidak lagi tersedia secara luas. Sementara Sumatera, Kali-
mantan, dan wilayah Indonesia bagian timur lainnya masih tersedia lahan
yang cukup luas.
Agenda Suharto yang cukup fenomenal adalah tindakan-tindakan
eksklusi (Hall 2011) atas warga masyarakat demi menjalankan program
transmigrasi, sekaligus membangun mimpi untuk menyejahterakan
petani. Suharto berkeyakinan, padatnya penduduk Jawa tidak lagi mampu
menyediakan lahan pertanian dan pangan secara memadai, oleh karena
itu, lahan luar Jawa yang masih luas akan memberikan kepastian untuk
penghidupannya. Untuk itu, Suharto mengadopsi kebijakan gagasan
landreform Sukarno, dengan memindahkan warga sekaligus memberikan
tanah. Ia meyakini, land and citizenship rights akan terpenuhi sebagai
35