Page 68 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 68

M. Nazir Salim & Westi Utami

            sebagian besar Sumatera dan Indonesia bagian timur ribuan petani berge-
            rak menuntut agar tanah-tanah yang dulu diambil oleh negara untuk
            berbagai kepentingan pembangunan agar dikembalikan kepada petani.
            Para petani mengambil lahan-lahan yang selama ini dikuasai korporasi,
            disertai protes, penjarahan, dan kekerasan lainnya (Lucas, Warren 2003,
            87-89, Wijanarko & Perdana 2001).

                Pasca 1998, gerakan masyarakat sipil terus menggema menuntut
            dilaksanakannya RA. Berbagai tuntutan dilakukan untuk menekan
            pemerintah dan parlemen agar memprioritaskan penataan struktur
            penguasaan tanah yang timpang dan menyelesaikan konflik-konflik
            agraria yang meluas. Bergabungnya masyarakat sipil, NGO, akademisi,
            dan petani menjadi kekuatan yang efektif untuk mendorong perubahan
            kebijakan negara terhadap nasib petani dan lahan-lahannya (Rachman
            2003, 9). Pada periode itu juga, tekanan dan dorongan kepada Menteri
            Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hasan Basri Durin
            menghasilkan komitmen bahwa Menteri Agraria/BPN akan menjalankan
            UUPA dan landreform (Rachman 2012, 85). Komitmen Hasan Basri Durin
            untuk menjalankan UUPA dan RA tidak didasari pada pemikiran yang
            jernih, namun lebih ketakutan pada Presiden Abdurrahman Wahid (Gus
            Dur) yang akan membubarkan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
            Pertanahan Nasional tatkala dilantik menjadi presiden pada tahun 1999.
            Saat itu, Menteri Otonomi Daerah Ryas Rasyid mewacanakan pembu-
            baran Kementerian Agraria/BPN dan akan menjadikannya urusan tanah
            sebagai urusan daerah, tidak lagi terpusat. Atas realitas itulah, Hasan
            Basri Durin kemudian melunak dan mengeluarkan statemen akan menja-
            lankan UUPA dan Landreform. Sebenarnya jika dirunut secara historis
            dan perjalanan kebijakan yang dilakukan oleh Menteri Negara Agraria/
            Kepala Badan Pertanahan Nasional sepanjang Orde Baru, nyaris tidak
            memiliki argumen yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, sta-
            temen Hasan Basri Durin ingin menjalankan RA lebih pada ingin menye-
            lamatkan “diri”, menyelamatkan lembaga yang dipimpinnya.
                Sepanjang 1999-2001, suara kritis antara kampus, NGO, petani mulai
            diakomodir oleh parlemen dan MPR. Konsistensi gerakan untuk mem-
            perjuangkan persoalan RA dan penataan agraria secara komprehensif

              40
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73