Page 69 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 69
Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi
terus dikemukakan. Puncaknya ketika MPR mengeluarkan TAP MPR No.
IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya
Alam. Lahirnya TAP MPR ini menjadi sejarah baru bagi pengelolaan sum-
ber daya alam, karena semangat yang diusung dalam TAP MPR ini cukup
siginifikan untuk menjadi modal bagi perubahan kebijakan agraria Indo-
nesia, yakni mengusung isu RA tanpa takut dilabeli sebagai simpatisan
komunis (Afiff, dkk., 2005, 6).
Pasca lahirnya TAP MPR IX 2001 tidak banyak yang berubah dari
agenda awal yakni penuntutan pelaksanaan RA. Proses kerja dilembaga
pertanahan tidak banyak pula yang berubah, artinya janji Hasan Basri
Durin akan menjalankan Landreform belum menjadi agenda penting
bagi negara dan tidak juga banyak pihak yang mengontrol, begitu juga
terhadap keberadaan TAP MPR di atas. Alhasil, sepanjang 2001-2004,
persoalan krusial agraria masih terus terjadi, konflik agraria yang sema-
kin meluas di seluruh Indonesia. Perintah TAP MPR XI/2001 tidak ada
satupun yang dijalankan oleh pemerintah dan DPR. Ada 3 hal pokok yang
harus dikerjakan oleh pemerintah berdasar Tap MPR di atas, pertama
melaksanakan Pembaharuan Agraria atau menata P4T dengan program
Landreform; kedua menyelesaikan konflik agraria dan Sumber Daya
Alam; ketiga melakukan sinkronisasi dan kaji ulang terhadap peraturan
perundangan Sumber Daya Alam antar sektor.
Pasca lahirnya TAP MPR di atas, presiden Megawati tidak banyak
melakukan sesuatu untuk menjalankan Landreform. Pembentukan
lembaga penyelesaian konflik secara independen Komisi Nasional untuk
Penyelesaian Konflik Agraria (KnupKA) ditolak oleh Megawati, sementara
di sisi lain Hasan Basri Durin juga tidak menyiapkan perangkat kelem-
bagaan untuk menjalankan Landreform, padahal dalam Pasal 5-6 sangat
jelas perintah untuk P4T dan Landreform serta menyelesaikan konflik-
konflik agraria yang terjadi di berbagai daerah. Sementara DPR tidak
lagi tertarik dengan isu Landreform, karena DPR juga tidak membentuk
tim untuk melakukan sinkronisasi peraturan dan perundangan terkait
Sumber Daya Alam.
Kementerian Negara Agraria/BPN tidak berupaya untuk menye-
lesaikan persoalan konflik-konflik di daerah, bahkan seolah persoalan
41