Page 74 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 74

M. Nazir Salim & Westi Utami

                Dalam dua periode kepemimpinannya, SBY kehilangan kesempatan
            dan waktu untuk membuktikan argumennya sebagaimana di awal ingin
            menjalankan UUPA namun gagal mewujudkannya. Dan sisa jabatannya
            tidak mampu secara efektif digunakan untuk menyelesaikan persoalan
            agraria yang semakin crowded. Krisis dan konflik meluas bukan hanya
            pada wilayah area perkebunan skala besar, namun juga hutan dan per-
            tambangan. Kehancuran ekologi semakin terlihat akibat praktik kebi-
            jakan yang tidak terkontrol, bahkan diperparah dengan kebakaran hutan
            di mana-mana. Dalam situasi tersebut, isu perjuangan agraria dan ling-
            kungan kembali menguat sebagai tanda protes pada rezim berkuasa,
            hingga pergantian presiden Oktober 2014 (Salim 2017).


            2. Keputusan MK No. 35 yang Berkesan

                Sebelum periode SBY berakhir, satu momentum penting telah
            dilahirkan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kesatuan
            Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu, Kabupaten Kampar, Provinsi
            Riau, dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Cisitu, Kabu-
            paten Lebak, Provinsi Banten, juga didukung oleh scholar aktivis, dan
            NGO. Maret 2012 secara resmi kelompok ini mengajukan gugatan ke Mah-
            kamah Konstitusi (MK) UU No. 41 tahun 1999 yang banyak merugikan
            masyarakat, khususnya masyarakat adat (Siscawati 2014, 13). Gugatan
            AMAN dkk. sebagian dikabulkan oleh MK dan sebagian ditolak. Poin
            penting yang dikabulkan adalah definisi hutan adat dalam Pasal 1 yang
            sebelumnya berbunyi “hutan negara yang berada dalam wilayah masya-
            rakat hukum adat” kemudian dikoreksi oleh MK menjadi menjadi “hutan
            yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Berikutnya adalah
            Pasal 4 tentang eksistensi masyarakat hukum adat (Rahman 2013, 26).
            Pasal paling krusial yang dikabulkan MK adalah Pasal 5, “hutan adat
            bukan lagi menjadi bagian dari hutan negara, melainkan menjadi bagian
            dari hutan hak”, dan “hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenya-
            taannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui
            keberadaannya” (Siscawati 2014, 13-14).
                Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 cukup memberikan angin segar bagi
            masyarakat hukum adat yang memiliki berbagai nama dan entitas di

              46
   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79