Page 70 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 70

M. Nazir Salim & Westi Utami

            agraria dilempar ke masing-masing pemerintah daerah setempat, karena
            yang bergolak di daerah. Padahal wilayah-wilayah yang bergolak paling
            banyak adalah wilayah dengan basis perkebunan atau Hak Guna Usaha
            (HGU), seperti di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumut, Jambi, Riau, Kalimantan,
            dan daerah lainnya. Wilayah-wilayah ini syarat dengan konflik agraria
            antara masyarakat/petani dengan korporasi (Salim, Sukayadi, Yusuf 2013).
            Lembaga penyelesaian konflik yang sempat diusulkan oleh masyarakat
            sipil, NGO, dan Aliansi Masyarakat Adat, dkk. agar negara membentuk
            KNuPKA” di bawah Unit Kerja Presiden ditolak oleh Megawati padahal
            diyakini lembaga ini yang akan membantu menyelesaikan carut marutnya
            konflik agraria. Setelah Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden pada
            tahun 2004 juga ditolak. SBY lebih memilih memberikan kesempatan kepa-
            da BPN untuk menyelesaikan persoalan konflik agraria (KNPA 2015, 15).
                Ringkasnya, sepanjang pemerintahan Gus Dur dan Megawati, tidak
            banyak yang dihasilkan dalam menyelesaikan persoalan agraria. Hal yang
            paling penting diciptakan dalam periode ini adalah lahirnya TAP MPR
            IX/2001, namun pasca itu tidak banyak hal baru yang dilahirkan pada
            periode tersebut. Dari sisi kelembagaan tidak ada yang berubah, dari sisi
            kebijakan dalam hal RA juga tidak mengalami perkembangan. Bahkan
            kondisi konflik agraria di daerah semakin masif dan belum ada terobosan
            baru yang dikerjakan oleh lembaga pertanahan untuk menyelesaikan.
            Gus Dur sebagai presiden lebih banyak fokus pada hubungan interna-
            sional dan menyelamatkan kondisi ekonomi yang terpuruk akibat krisis
            1998. Pasca Timor-Timor lepas, Papua bergejolak dan Gus Dur fokus
            menangani persoalan tersebut. Akan tetapi, sepanjang 2006-2012, ada hal
            besar dan cukup penting untuk dijelaskan dalam buku ini, yakni capaian
            RA di bawah Joyo Winoto dan Kemenangan masyarakat adat dalam mem-
            perjuangkan tanahnya. Di bawah ini akan dijelaskan dua hal besar terse-
            but yang berhasil dikerjakan pada periode reformasi yakni PPAN dan Pu-
            tusan MK No. 35/2012 yang mengakui keberadaan hutan masyarakat adat.


            1. PPAN Joyo Winoto

                Isu RA mencoba dipikirkan secara serius setelah 5 tahun pasca lahir-
            nya TAP MPR IX 2001, saat Kepala Badan Pertanahan Nasional di bawah

              42
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75