Page 65 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 65

Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi

               meningkat terutama kebutuhan tanah untuk pembangunan nasional
               yang berbasis industri (Rachman 2012, 68). Intinya, perubahan kebijakan
               dan orientasi program dibidang agraria era Suharto benar-benar diguna-
               kan untuk melayani pembangunan dan industri yang membutuhkan
               banyak tanah, sementara program transmigrasi dimaknai sebagai RA
               untuk menunjukkan kepeduliannya pada masyarakat kecil, karena
               Suharto tetap dianggap membagikan tanah sebagai bentuk menjalankan
               Landreform. Pada konteks itu, kebijakan Suharto memang berhasil mem-
               bunuh RA secara perlahan sejak ia berkuasa hingga 1998, dan berhasil
               menjauhkan isu RA dari tanggung jawab negara kepada masyarakat yang
               seharusnya berhak menerimanya.


               C. Reformasi dan Munculnya Gerakan Agraria: Habibie
                 Menghidupkan Isu Landreform

                   Jatuhnya Suharto pada tahun 1998 diikuti dengan berbagai peristiwa
               chaos di daerah. Selain berbagai kerusuhan di daerah akibat peristiwa
               politik juga rentetan kekerasan anti Tionghoa di berbagai kota yang
               menyebabkan kelumpuhan sistem ekonomi, keamanan, dan pemerin-
               tahan. Pasca kerusuhan di kota dilanjutkan dengan berbagai peristiwa
               reklaiming tanah-tanah HGU, khususnya di Jawa, Sumatera, Kalimantan,
               dan Makassar (Salim 2015). Peristiwa ini diikuti oleh tuntutan berbagai
               pihak (LSM, scholar aktivis, mahasiswa, dan petani) agar pemerintah
               menjalankan landreform untuk menjawab berbagai aksi petani di daerah.
                   Naiknya Habibie menjadi presiden merubah konstelasi perpolitikan
               nasional, khususnya politik pertanahan Indonesia, karena tuntutan pelak-
               sanaan landreform menguat. Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Hasan
               Basri Durin mencoba mengakomodir berbagai tuntutan tersebut
               dibanding pemimpin agraria sebelumnya (Rachman 2011, 54). Durin
               dalam pidatonya mengatakan, “Undang-Undang Pokok Agraria 1960 yang
               seharusnya menjadi rujukan utama kebijakan pertanahan pada dasarnya
               dipenuhi dengan prinsip-prinsip dan semangat memajukan kepentingan
               rakyat dan mandat untuk menciptakan keadilan dalam urusan
               pertanahan, melindungi orang-orang yang kurang beruntung secara
               ekonomi. “Dalam beberapa tahun terakhir, kami hanya memprioritaskan

                                                                          37
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70