Page 76 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 76

M. Nazir Salim & Westi Utami

            verifikasi lahan masyarakat dan tanah adat dalam kawasan hutan, namun
            kemudian Perber tidak efektif karena masing-masing kementerian tidak
            berhasil [berkehendak] menjalankannya (Muhajir 2015). Maka atas
            dorongan berbagai pihak, muncul wacana agar Perber dinaikkan menjadi
            peraturan yang mengikat semua sektor. Keberadaan Perber dianggap
            tidak mampu mengikat semua kementerian, sehingga keberadaannya
            tidak terlalu dipedulikan oleh masing-masing kementerian. Sudah sejak
            tahun 2015 usulan berbagai pihak agar Perber dirubah menjadi Perpres,
            dan akhirnya benar-benar diwujudkan menjadi Perpres No. 88 Tahun
            2017. Harapannya, dengan Perpres ini kemudian akan lahir keputusan
            dan kebijakan secara bersama untuk menyelesaikan lahan milik masya-
            rakat maupun masyarakat adat dalam kawasan hutan. namun demikian,
            sampai akhir periode SBY, ia belum berhasil melaksanakan komitmennya
            untuk menyelesaikan lahan masyarakat dalam kawasan hutan, dan tahun
            2014 sudah terjadi pergantian kekuasaan.
                Pada periode selanjutnya, Perpres 88/2017 lahir sebagai pengganti
            Perber dan kemudian lahir lembaga yang mengupayakan penyelesaian
            tanah masyarakat dalam kawasan hutan yang populer dengan istilah
            PPTKH (Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan). Jadi
            Keputusan MK di atas menjadi dasar lahirnya penyelesaian tanah masya-
            rakat dalam kawasan hutan yang hingga kini sedang dalam proses
            pengerjaan di lapangan, yang tersebar di 26 provinsi dan 159 kabupaten-
            kota dengan target ±1.69 juta hektar (Tim PPTKH 2017, 10).


            E. Reforma Agraria Periode Joko Widodo-Jusuf Kalla

                Secara substantif, era Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla
            (Jokowi-JK) tidak lagi mendefinisikan Reforma Agraria secara “sempit”,
            yakni pengaturan kembali dengan legislasi atau perombakan/penataan
            struktur penguasaan tanah dengan skema redistribusi berbasis hak milik
            atas tanah (Wiradi 2009, 43, Lipton 2009, 328, Rachman 2017). Dalam lin-
            tasan sejarah, RA memang mengalami banyak perubahan dan tafsir atas
            praktiknya baik dalam hal jenis, muatan, tujuan, dan fungsinya yang
            disesuaikan dengan perkembangan zaman serta negara yang menerap-
            kannya. Indonesia sendiri pernah mencita-citakan RA yang ideal yakni

              48
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81