Page 120 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 120

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        hidup di wilayah tersebut (Imadudin, 2015). Di luar per-
                        lawanan akibat kebijakan tanah partikelir, juga muncul
                        kebencian pada pangreh praja yang dianggap menjalani
                        peranan dualisme, satu sisi kedudukannya bagian dari
                        pemerintah  kolonial  Belanda, di  sisi  lain  merupakan
                        bagian  dari  struktur kekuasaan  tuan  tanah,  sehingga
                        pangreh pradja dianggap berpihak pada kepentingan tuan
                        tanah. Hal ini yang kemudian saat terjadi perlawanan dan
                        peberontakan pada tuan tanah, pangreh pradja menjadi
                        sasaran amukan petani, seperti pada kasus  pemberon-
                        takan di Condet dan Tanggerang (Siswantari, 2016).
                            Persoalan lainnya, mencermati pasal demi pasal dalam
                        UU No. 1/1958, terdapat sesuatu yang mengganggu, karena
                        Pasal 8 misalnya, berisi tentang ganti rugi kepada pemilik
                        tanah  partikelir.  Sistem  ganti  rugi  dengan  cara
                        menghitung hasil  panen kotor  selama setahun,  mirip
                        dengan ganti rugi dalam PP No. 224/1961 atas tanah objek
                        landreform. Hemat  penulis, pembuat  undang-undang
                        terlalu  “baik” karena memberikan  kesempatan  kepada
                        pemilik tanah partikelir setelah sekian lama menguasai
                        dan  mengeksploitasi  tanah  dan  penduduknya  serta
                        dengan perlakuan  yang buruk, negara masih memberi
                        kesempatan  dengan  mengganti  rugi. Tentu  berbeda
                        dengan konsep ganti rugi dalam kasus tanah landreform,
                        karena pemegang hak sebelumnya telah menguasai dan
                        memanfaatkan tanah tanpa keistimewaan sebagaimana
                        yang diperoleh pemilik tanah partikelir.

                            Setelah terbit UU Penghapusan Tanah Partikelir ke-
                        mudian terbit  Permen Agraria  No. 1 Tahun 1958 yang

                         84
   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125