Page 138 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 138

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        Sukarno ini diulang dengan cukup tegas oleh  Menteri
                        Agraria Sadjarwo di depan anggota DPRGR 12 September
                        1960 mengenai RUU Pokok Agraria yang kembali meng-
                        ingatkan “pentingnya hukum tanah nasional dan sifat dari
                        RUU Agraria, yakni menciptakan keadilan dan melepas
                        politik kolonial yang telah berlangsung ratusan tahun dan
                        menciptakan kemiskinan di berbagai wilayah Indonesia”
                        (Sadjarwo,  1960).
                            Menurut  Sukarno,  selain  sebuah  produk  hukum,
                        UUPA  membawa  misi  penyelesaian persoalan  ketim-
                        pangan tanah, menata struktur kepemilikan tanah Indo-
                        nesia,  dan  menghentikan  segala bentuk  penghisapan
                        kepada para  petani, karena tanah  untuk petani,  untuk
                        para penggarap (Sukarno, 1960). Dalam konteks  itulah
                        ketika  UUPA diundangkan, kemudian segera dibentuk
                        panitia landreform di tiap-tiap daerah (dari pusat sampai

                        desa).  Walaupun sebenarnya  kita tak pernah jelas apa
                        yang dimaksud dengan landreform dan tak pernah diru-
                        muskan di dalam UUPA itu sendiri. Hal yang sama juga
                        terdapat dalam UUPA tentang hukum adat sebagaimana
                        tertuang dalam Pasal 5, “Hukum agraria yang berlaku atas
                        bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang
                        tidak  bertentangan dengan  kepentingan nasional  dan
                        negara”. Ketidakjelasan itu membuat hukum adat diang-
                        gap bertentangan dengan hukum nasional  dan  kecen-
                        derungannya dikebiri di dalam praktik hukum nasional
                        (McAuslan, 1986).
                            Kembali ke landreform dalam UUPA yang dianggap
                        sebagai tafsir atas Pasal 7, 10, dan 17 sebagaimana tertuang

                         102
   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143