Page 137 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 137
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
jalan Revolusi. Telah maju selangkah lagilah kita di atas jalan
yang menuju kepada realisasi Amanat Penderitaan Rakyat. Ya!,
tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan! Tanah untuk Tani!
Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap tanah! Tanah
tidak untuk mereka yang dengan duduk ongkang-ongkang
menjadi gemuk-gendut karena menghisap keringatnya orang-
orang yang disuruh menggarap tanah itu!
“… Revolusi Indonesia tanpa landreform sama saja gedung tanpa
alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan
omong besar tanpa isi. Melaksanakan landreform berarti
melaksanakan satu bagian yang mutlak dari revolusi Indonesia.
Gembar gembor tentang revolusi, sosialisme Indonesia, masyara-
kat adil dan makmur, amanat penderitaan rakyat, tanpa melak-
sanakan landreform, adalah gembar gembornya tukang jual obat
di pasar Tanah Abang atau Pasar senen” (Sukarno, 1960-kutipan
sesuai naskah aslinya).
Pengobaran semangat tentang landreform oleh Su-
karno sudah berlangsung sebelum UUPA ditetapkan
sebagai UU. Semangat itu dibangun dari beberapa laporan
Menteri Agraria kepada presiden tentang selesainya draft
UUPA dan ditemukan titik terang dan kesepakatan
mengenai draft UUPA dengan berbagai pihak. Situasi ini
menggairahkan bagi Sukarno karena akan semakin mem-
perjelas hukum agraria nasional Indonesia. Artinya,
landreform yang dibayangkan oleh Sukarno akan segera
bisa dipraktikkan di Indonesia, sesuatu yang diimpikan
oleh petani Indonesia. Dalam bahasa Sukarno sendiri,
“Revolusi tanpa landreform sama saja gedung tanpa alas,
pohon tanpa batang, omong besar tanpa isi. Melaksanakan
landreform berarti melaksanakan salah satu bagian yang
mutlak dari revolusi Indonesia” (Sukarno, 1960). Pidato
101