Page 133 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 133
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
No. 2, 1972). Sebaliknya terhadap hukum adat yang berlaku
dan tidak bertentangan tetap dibiarkan untuk bertahan
sesuai keyakinan warganya. Realitas juga menunjukkan,
banyak hukum adat yang berlaku di masyarakat tidak ber-
tentangan dengan semangat Pancasila dan mendukung
pembangunan nasional, bahkan menjadi penguat masya-
rakat adat di daerah, sekaligus menjaga persatuan masya-
rakat. Prinsip yang digunakan dalam UUPA adalah sum-
ber hukum yang digunakan bisa dari adat dan bisa dari
luar (Barat) asal keduanya tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional yang lebih besar.
Penafsiran wujud dari menjaga kepentingan masya-
rakat telah ditegaskan di dalam UUPA dengan memun-
culkan pasal tentang pengakuan hak perseorangan. Pasal
ini oleh beberapa pihak dianggap sebagai sumber hukum
Barat yang—individualis—non komunal. Namun UUPA
juga menempatkan Pasal 6 yang mewadahi sifat dari
kekhasan Indonesia sebagai sebuah masyarakat berciri
komunal yakni, “semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial”, ini berarti tanah diberikan kepada seseorang
dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi pemenuhan
kebutuhannya. Artinya, hak atas tanah tidak hanya mem-
berikan kewenangan kepada yang memiliki tanah untuk
menggunakan tanahnya, tetapi juga sekaligus mengan-
dung kewajiban untuk memanfaatkannya. Cara memak-
nai pasal di atas adalah, tanah yang diberikan tidak boleh
ditelantarkan, jika terjadi maka hal itu menyalahi tujuan
diberikannya tanah, dan menelantarkan tanah dapat
berakibat dibatalkannya hak yang sudah diberikan
97