Page 129 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 129

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                              Kembali  ke  persoalan  pembangunan hukum  adat
                          dalam  kerangka  hukum  nasional,  menurut  Harsono
                          (1976), sebelum berlakunya UUPA, Indonesia memberla-
                          kukan dua perangkat hukum,  pertama bersumber pada
                          hukum adat  kemudian  disebut  Hukum  Tanah  Adat,
                          kedua  Hukum Barat yang disebut  Hukum Tanah Barat
                          (ini yang disebut dengan dualisme dalam hukum tanah).
                          Pasca  lahirnya  UUPA,  dualisme  tersebut  dihapuskan
                          dengan unifikasi hukum tanah. Peraturan terkait Hukum
                          Barat dihapuskan dan tidak berlaku lagi dengan beberapa
                          pengecualian. Hak-hak lama kemudian dikonversi men-
                          jadi hak baru sesuai menurut UUPA dan aturan turunan-
                          nya.
                              Lebih lanjut  Harsono (1976), menjelaskan, hukum
                          adat adalah hukum yang tidak tertulis (unstatutory law)
                          yang masih tampak dan  berintikan sifat-sifat  nasional

                          yang asli, yaitu sifat  kemasyarakatan yang  berasaskan
                          keseimbangan dan sebagian diliputi oleh suasana keaga-
                          maan.  Dalam  pembangunan  hukum  nasional,  politik
                          mengenai hukum adat dalam hubungannya dengan pem-
                          binaan hukum nasional agar berlandaskan pada hukum
                          adat yang cocok dengan perkembangan kesadaran rakyat
                          Indonesia dan tidak menghambat tercapainya masyarakat
                          adil dan makmur. Akan tetapi, pemberlakuan hukum adat
                          dalam konteks tanah sebagaimana dijelaskan dalam UUPA
                          bukan sesuatu yang mutlak. Harsono menegaskan, pem-
                          buat UU bersikap mutlak jika dalam melakukan pemba-
                          haruan hukum semata-mata menggunakan semua bahan
                          dari satu dasar, misalnya hukum adat. Faktanya, pembuat

                                                                              93
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134